KPR (Kapan Pindah Rumah?)

Annisa Diandari Putri
Chapter #22

Lagi?!?!

Ulang Tahun Ibu

Hari ini ibu tepat berumur 60 tahun. Sesuai tradisi, mereka akan makan siang bersama. Restaurant yang dipilih kali ini adalah restaurant-nya om Gusti sesuai dengan obrolan beberapa waktu lalu. Tanpa mengetahui apa yang sudah direncanakan adik-adiknya, Cakra juga sudah berada di Jakarta dan menginap di rumah orang tua Tara. Mereka akan bertemu langsung di restaurant, karena sebelumnya mereka hendak mengantar orang tua Tara ke airport terlebih dahulu.

Tadinya om Gusti memutuskan tidak ikut makan siang, karena merasa ini adalah acara keluarga mereka. Tapi karena dia harus mengurus sesuatu di restaurant, jadi dia akan ikut makan siang sebentar bersama mereka sebelum sibuk dengan pekerjaannya.

Luna mengusulkan agar ibu dan Kanaya berangkat dengan mobil om Gusti karena Luna ada acara sebelum makan siang. Lagipula nanti mereka bisa pulang dengan mobil Luna atau Cakra.

“Bu, aku jadi nyusul ke restaurant aja ya. Aku mau ketemu temenku dulu, dia baru dateng dari Paris."

“Kenapa ketemunya nggak abis makan siang aja?”

“Dia juga ada acara keluarga pas makan siang, jadi bisanya cuma sekarang.

Nggak lama kok. Nanti sebelum makan siang, aku juga udah sampe sana.”

“Jangan telat.”

“Iya, Bu. Nanti kabarin aja ya.”

Om Gusti sampai, saat Luna sedang memakaikan bandana pink ke Ruby.

“Ruby, ayo salam dulu.” Mendengar kata-kata ibunya, Ruby langsung mengambil tangan om Gusti.

“Kok cepet amat kamu udah mau berangkat?”

“Aku ada urusan dulu, Om. Nanti ketemu langsung di restaurant aja.”

“Hati-hati nyetirnya.”

Luna memuji penampilan om Gusti hari ini. Polo shirt putih, celana panjang chino coklat muda ditambah sneakers -yang sepertinya mahal- berwarna off white. Simple tapi menarik. Sepertinya, dua puluh tahun lagi Damar harus berguru soal fashion kepada om Gusti.

Mobil Luna sudah menghilang saat ibu menyambut om Gusti di depan pintu.

“Masuk dulu. Itu ada nasi goreng kalo mau sarapan. Kanaya juga masih di kamar.”

“Iya, tadinya aku mau sekalian ngecek sepedanya Aji.”

“Udah lah. Sepeda urusan nanti aja. Kan mau pergi, nanti malah kotor bajunya.”

“Ini nggak apa-apa, aku ikut makan siang keluarga?”

“Kan restaurant-nya punya kamu, Gus. Ya nggak apa-apa lah. Lagian anak-anak juga udah kenal kamu kok.”

Dari tengah rumah terdengar suara kaki yang berlari menuruni tangga.

“Bu, Mbak Luna mana?”

“Udah berangkat.”

“Udah berangkat?! Ya elah, nggak bilang-bilang dulu.” Alis Kanaya bertaut, menyalahkan kakaknya yang sering melupakan kata-katanya.

“Emang kenapa?”

"Aku mau ikut. Kan mau ketemu temen aku juga.”

“Lho, katanya mau makan? Piye to, anak-anak kok malah pada pergi sendiri-sendiri?”

“Nanti aku nyusul. Cuma mau ngasih gambar sama data aja. Abis nggak bisa di e-mail. Buat Senen soalnya.”

Sebenarnya, ini juga salah satu rencana mereka agar ibu dan om Gusti bisa mengobrol berdua di mobil. Setidaknya di perjalanan dari rumah sampai restaurant.

“Ya udah, aku telefon dulu deh.”

E alah, misah-misah berangkatnya.”

Ibu duduk di ruang tamu dan memberi gesture dengan tangannya agar om Gusti juga duduk di kursi sebelahnya.

“Nggak apa-apa, Rum. Namanya anak udah pada gede-gede. Udah pada punya urusan sendiri-sendiri. Masih bagus, mereka bisa nyisihin waktu buat makan bareng.”

“Mirza dulu gitu ya?”

Lihat selengkapnya