KPR (Kapan Pindah Rumah?)

Annisa Diandari Putri
Chapter #28

Bulan

Perempuan itu mengikat rambut panjangnya, lalu menarik nafas panjang sebelum mengetuk pintu kayu di depannya.

“Bu ... Luna masuk ya.”

“...Masuk, Nduk.” Terdengar jeda sebelum Ibu berbicara. Mungkin dia kaget mendengar suara anaknya.

Di dalam kamarnya, ibu sedang duduk di tempat tidur ditemani dengan lilin aromatherapy ... ah Luna ingat, dia yang membelikan lilin ini. Wanginya mirip “Jo Malone : English Pear & Freesia”, tapi lebih lembut.

“Kenapa, Luna?

Tadi Ibu udah makan ditemenin Kanaya.”

“Nggak. Luna mau ... baca di samping Ibu.”

“Naik sini.” Ibu menepuk tempat kosong di sampingnya.

Luna berbaring dengan memunggungi ibu, lalu membuka HP-nya. Meneruskan novel “School Nurse Ahn Eun-young - Chung Serang” yang sedang dibacanya beberapa hari ini, setelah menonton drama adaptasinya di Netflix.

Ibu mengelus pelan rambut Luna tanpa melepaskan matanya dari halaman novel “Pembunuhan Atas Roger Ackroyd – Agatha Christie”. Rambut bergelombang satu-satunya di rumah, rambut yang sama seperti yang dimiliki ayah. Sekali-kalinya ayah berambut agak panjang hanya saat dia kuliah, saat pertama kali bertemu dengan ibu.

Saat jarum panjang sudah bergerak untuk yang kesekian kalinya, ibu mencoba membuka pembicaraan. Karena dia tahu jika mereka tetap diam seperti ini, malam akan habis dalam hening.

“Kamu masih marah sama Ibu?”

“Ibu masih kesel sama Luna?” Tanya Luna tanpa menatap ibu.

“Ibu ... ngerasa bersalah sama kamu, Nduk.”

Jawaban Ibu membuat Luna membalikkan badannya. “Kenapa?”

“Ibu baru sadar, ternyata Ibu kurang peka sama anak-anak Ibu.”

“Ibu udah jadi ibu yang baik kok. Aku tau gimana susahnya jadi ibu yang baik buat Ruby.”

“Mungkin ... Ibu harusnya juga jadi temen yang baik buat kalian.”

“Atau mungkin ... harusnya aku yang nggak terlalu banyak nuntut.”

Ibu tersenyum. Ini merupakan percakapan yang tidak pernah dia bicarakan dengan anak-anaknya. Ibu merasa sepertinya sekarang dia harus melihat dari kacamata yang berbeda. Perempuan di depannya ini juga sudah menjadi ibu. Bukan anak SMA yang ngambek minta diijinkan pulang lebih malam.

"Kamu ngerasa terbebani ya, jadi anak Ibu?"

"Aku bisa lahir itu mempertaruhkan nyawa Ibu, nggak harusnya aku ngerasa terbebani apalagi ngerasa nggak bahagia."

"Tapi kamu capek kan, harus nemenin Ibu sama Ayah, sementara Kakak Adek kamu masih bisa main-main?"

"Aku sama sekali nggak beban nemenin Ayah sama Ibu. Waktu itu aku pikir, emang udah tugas aku jadi anak. Lagian, kalo bukan aku, siapa lagi yang nemenin Ayah sama Ibu? Kan Kakak sama Adek aku sibuk semua, masa mereka ditinggal gitu aja. Kenapa juga aku harus itung-itungan sama keluarga sendiri?"

"Tapi waktu di rumah sakit kamu nggak bilang gitu."

"Aku cuma nggak suka caranya Ibu sama Mas Cakra ngomong sama aku, yang kesannya aku nggak pernah ngelakuin apa-apa. Rasanya nemenin Ibu sama Ayah selama ini tuh nggak keliatan bentuknya."

Lihat selengkapnya