Kreator & Kacamata - HAZAKURA

Kosong/Satu
Chapter #10

Chapter 10 - Udang di Balik Batu

Aku selalu tahu semua hal. Karena aku selalu mendengarkan. Karena aku selalu melihat.

Jam pelajaran ketiga baru saja berakhir. Bersamaan dengan langkah sensei meninggalkan kelas, para murid menanggalkan ketegangan dan kekakuan mereka di kursi masing-masing. Banyak yang mulai merenggangkan tungkai. Ada pula yang langsung berbalik ke meja belakang, mulai bicara, membuat seisi ruang kelas bergema. Mereka mengekspresikan kebebasan, selagi ada waktu sepuluh menit bebas.

Tidak seperti orang-orang ini, yang cuma berlagak menyimak saja.”

Namun, berbeda dengan Imai Shuuya. Ia mencagak dagu dengan sebelah tangan di atas meja. Tatapannya yang malas tertuju pada bukan apa-apa, jauh di balik jendela kaca. Dirinya terus mempertahankan pose itu sedari pelajaran tadi sampai saat ini. Walau demikian, fokusnya tidak terbuyarkan. Pikirannya tidak terlepasliarkan.

Sudut pandang ia geser sedikit, hingga mendapat lirikan bagus ke arah depan. Yang jadi perhatiannya adalah dua orang siswa yang mejanya bersebelahan di barisan kedua dari depan sana. Menghadap satu sama lain, mereka saling bicara sekarang.

“Tokio, habis ini olahraga, ‘kan? Kau tahu materinya apa?” tanya siswa pertama.

“Yang pasti bukan renang, sih,” jawab siswa kedua, lantas ia meneruskan, “daripada itu, Saku, katanya tadi pagi kau datang ke sekolah sambil menggandeng Shiki, ya? Kalian sudah resmi pacaran, ‘kah?”

Mendengar itu, siswa pertama tersentak sesaat, kemudian membalas, “Bukan begitu! Shiki tadi sakit, dan aku cuma membantunya berjalan! Dan jangan meniru gaya bicara Saki buat itu.”

“Aah, tidak mau mengaku, ya~” Siswa kedua masih mencoba menggoda, yang mana tidak ditanggapi lagi akhirnya.

Itu adalah pembicaraan yang tidak ada artinya, begitu pikir Shuuya sembari memejamkan mata. Lebih lagi, ia merasa percakapan kedua siswa itu menyedihkan.

Kalian cuma peduli luarannya, tapi tidak tahu apa yang ada di balik sesuatu.”

Shuuya mengorek bank informasi dalam kepalanya. Nama sang siswa kedua adalah Azai Tokio. Si pemuda merasa kasihan pada Tokio ini, sebab cuma bisa mengatakan hal-hal permukaan saja, lebih lagi hal itu salah pula. Apa yang dikatakannya cuma omong kosong belaka, begitu benak Shuuya, mendesah seakan tak tahan.

Kemudian, si siswa pertama, namanya adalah Satou Sakunosuke. Dia juga sama saja. Atau malah, lebih parah lagi. Bagi Shuuya, Sakunosuke itu adalah orang yang hidup berkat keberuntungan saja. Ada banyak hal yang kebetulan berputar mengitari dirinya, dan sering kali dia sendiri tak menyadari hal itu. Apa yang dikatakannya tadi, soal ‘bukan begitu~’ dan semacamnya, tidak lebih dari lelucon saja.

Entah pada yang berlagak bodoh, atau pada yang benar-benar bodoh, Shuuya menggelengkan kepalanya. Ia hampir saja tertawa pada sandiwara singkat yang sempat dilihatnya, namun itu tak terjadi. Melainkan sebaliknya, ia merasa muak dan tak tahan lagi.

Aku mengetahuinya.”

Shuuya mengetahui semua duduk perkara yang dibicarakan oleh Sakunosuke dan Tokio tadi. Ia tahu semua, sampai ke detail yang tidak diketahui oleh orang-orang. Rahasia, dibalik tabir agenda, begitu ia menjulukinya. Bagaimana ia bisa mengetahuinya? Sederhana. Ia lebih banyak mendengarkan, juga melihat. Menjadi berdedikasi.

Kunci dari gosip yang mereka utarakan tadi, ada pada seorang siswi. Dia duduk di kolom pojok, mepet ke jendela. Posisinya tepat di barisan kedua dari belakang. Spot yang sangat nyaman, dan mata Shuuya beralih ke sana sekarang.

Siswi yang dimaksudkannya tadi, seperti orang-orang lain di kelas ini, tengah membereskan buku pelajaran dari atas meja. Siswi itu dengan teliti menata buku-bukunya, menjeda sesaat demi membetulkan kacamata di muka, kemudian memasukkan semua buku ke laci.

Fujiwara Amane adalah nama siswi berkacamata itu. Dia merupakan kunci dari rahasia dibalik drama yang sempat membikin heboh tadi pagi.

Sebelumnya, saat bel tanda jam pelajaran pertama masih lama datangnya, muncul kabar kalau seseorang pingsan di depan gerbang sekolah. Segera, nama orang yang pingsan itu terungkap, memuaskan hasrat para penonton sederhana yang menginginkan sebuah drama. Shiki Yuuko. Bukan orang kelas ini, jadi Shuuya tidak terlalu peduli.

Tetapi, setelah nama Sakunosuke ikutan keluar, ia menjadi tertarik lagi. Dari mejanya, dalam ketenangan yang menghanyutkan, ia mendengarkan. Telinganya dengan cekatan memilah-milah informasi yang bertebaran, dan khusus menjaring informasi spesifik soal Sakunosuke tadi. Memang disebut juga kalau si ketua kelas hasil gacha itu bergandengan dengan Shiki Yuuko selagi berjalan, tapi Shuuya mengesampingkan hal itu buat lain waktu.

Di tengah pengumpulan datanya, Shuuya menyadari sesuatu. Fujiwara Amane tiba-tiba bangkit dari kursinya, kemudian pergi keluar kelas. Si pemuda merasa ada yang janggal dengan tindakan itu, hingga kemudian, ia memutuskan untuk membuntutinya.

Ia sengaja membuat jarak beberapa saat, sebelum beranjak dari kelas tanpa suara. Di antara murid lain yang lalu lalang, ia melihat Amane berjalan. Berkelok ke lorong di dekat area loker sepatu. Shuuya mengikuti, dan mengintip dulu pelan dari sudut dinding. Siswi itu menuju ke gedung sebelah.

Setelah sosoknya menghilang, Shuuya melangkah maju. Kecepatannya dijaga supaya tidak terlihat mencurigakan. Lalu dari sudut kelokan lain, ia mengintip lagi, memastikan ke mana sosok Amane pergi.

UKS?

Kalau tidak salah, tadi ada yang bilang kalau Shiki Yuuko dibopong oleh Taiga-sensei dan Sakunosuke ke UKS. Shuuya bertanya-tanya, mengapa Amane perlu ke UKS segala. Ia semakin curiga di sana.

Si Sakunosuke belum ke kelas juga. Apakah mungkin dia juga berada di UKS sekarang? Begitu Shuuya menduga-duga, sembari menanti situasi yang tepat untuk kembali maju.

Selepas yakin lorong di hadapannya sepi, Shuuya berjalan lagi. Pelan-pelan, sampai tidak terdengar langkah kakinya, ia mendekati pintu UKS yang tertutup rapat. Ia berdiri saja di sana, mencoba mendengarkan apapun yang bocor dari dalam ruang sana.

“... bagaimana kalau ada yang melihat kita berdua di sini?” Samar-samar, suara laki-laki. Tidak salah lagi, itu suara Sakunosuke.

Langsung setelahnya, suara lain menimpali, “Tenang saja, Kreator. Aku datang demi menjenguk Shiki-san. Bertemu denganmu adalah suatu kebetulan, ....” Itu sudah jelas suara si Amane.

Lihat selengkapnya