Kreator & Kacamata - The Anthology

Kosong/Satu
Chapter #14

Despair Tendency - The Truth

Yuuko Shiki. Gadis yang telah sekali hendak membuang hidupnya ke jurang bunuh diri ini sekarang berada di dalam bayangan. Terjauhkan dari kegelapan yang kelam, lamun begitu, tetap tak bisa melangkah masuk ke cahaya sepintas saja.

Perubahan ketetapannya itu berkausa pada intervensi seorang pemuda yang tidak dikenalinya. Pemuda yang tampak tak paham juga dengan yang dilakukannya, yang rela menahan perih demi mengangkat Shiki kembali dari tepian jurang.

Atas dasar rasa tanggung jawab, pemuda itu siang tadi datang mengunjungi. Mengajak bertukar kata, sebab tahu kalau selama dua hari ini dirinya terjebak dalam zona bungkam. Dan atas dorongan yang berbeda, Shiki pun menyudikan mulut yang kelu.

Mencoba berbicara kembali adalah satu dari arahan baru yang diterimanya. Maka dari itu, dia hendak mencoba juga saat ini. Akan tetapi, lawan yang hadir berada pada tingkatan yang berbeda.

Bagi sosok Shiki yang sekarang hidup dalam bayangan, lawan bicara barunya, seseorang yang telah memberikan tempat menyendiri selama dua hari ini, adalah keberadaan yang menyilaukan.

Ini adalah ketika Shiki sedang terduduk di atas ranjang. Menyandarkan badan ke dinding sebab cemas-cemas untuk masuk ke alam mimpi. Kegelapan yang harus dilewati sebelum masuk ke dimensi tanpa ikatan ruang dan waktu itu menggetarkan pundaknya. Masih tak kuasa, terkecuali, dia dihantam pingsan oleh kelelahan dan terlelap dengan sendirinya.

Di saat itu lah. Di bawah pendaran temaram malam, muncullah sosoknya. Datang begitu saja, tanpa menimbulkan suara. Bahkan Shiki tak sadar bila pintu kamar pinjamannya yang dikunci tadi itu terbuka. Yang pasti, sosoknya hadir di sana, berkilauan, dalam balutan gaun tidur putih, bermandikan cahaya rembulan.

“Maafkan kelancanganku sebab telah masuk tanpa permisi,” ujarnya pada Shiki. “Tapi kalau dikira-kira lagi, sebab aku tuan rumah di sini, wajar saja bukan? Bila rumah ini diumpamakan dunia, maka akulah Tuhannya. Lazim lah bila aku bisa ada di mana saja.”

Shiki tidak bisa menjawab. Ucapan itu seperti ditimpakan dari langit ke dirinya. Penanda perbedaan tingkat yang begitu kentara. Sudah, dia jadi sulit mengangkat kepala. Sebaliknya, dia malah menarik kedua lututnya lebih lekat.

Setidaknya, Shiki sudah mengetahui siapa yang ada di hadapannya ini. Pemuda tadi siang selalu merujuknya dengan sebutan ‘si Kacamata’. Dan alasannya dapat dilihat langsung dengan mata kepala.

Setelah menyelesaikan kalimatnya, si gadis berkacamata membetulkan posisi aksesoris khas-nya di muka. Ia duduk di tepian ranjang di seberang. Sedikit mengacaukan tatanan sprei dan selimut tebal yang selama dua hari kamar ditinggali tidak berubah sama sekali. Dan di samping posisinya duduk, tampak satu bundel kertas.

“Hajatku bertamu malam hari ini, selayaknya Kreator siang tadi, adalah sekadar untuk bicara. Lebih tepatnya, sedikit bertanya mengenai suatu hal,” jelas si kacamata. “Aku tidak akan memaksamu menjawab. Hanya saja, tolong, pasang telinga untuk apa yang akan kuucapkan. Bila kau berkenan, silakan berkomentar, utarakan pengakuan, maupun penyangkalanmu.”

Shiki tak mampu menerka apa yang akan terlontar dari bibir lawan bicaranya. Tapi satu hal yang pasti, dia mendapatkan rasa semacam ketakutan saat ini. Rasa yang biasanya hanya ia dapat dari sang ayah yang jadi kutukan hidupnya, terpicu tanpa alasan jelas kali ini.

Apakah itu karena penampilan si kacamata itu yang begitu berkilauan? Karena hawa keberadaannya yang besar selaku tuan rumah ini? Atau karena hal lain yang belum Shiki ketahui?

Si kacamata itu adalah salah satu alasan Shiki berada di sini sekarang. Selain membantu si pemuda untuk mengangkat dirinya, dia juga lah yang menyediakan tempat bernaung sementara. Meski ditolak, dia juga yang mendatangkan dokter serta psikiater kemari. Hal yang tidak disangka, akan dilakukan kepada seseorang yang belum dikenal.

Lihat selengkapnya