Kali ini pesta benar-benar sudah usai. Apa yang dapat kunikmati dengan senang hati tadi cuma sisa makanan, dan ajakan permainan dari anak-anak yang masih aktif meski malam mulai larut. Tentu mereka bisa begitu, sebab sang bintang utama, si Kacamata, hadir di antara mereka.
Setelah memastikan anak-anak kecil itu membersihkan diri mereka dan tidur, aku, Kacamata, dan beberapa penghuni remaja mulai bersih-bersih. Tentu saja aku ikut berberes karena merasa tak enak datang terlambat tapi pulang cepat. Tapi karena semua sudah beres, kami pun bisa berpamitan.
“Kalau begitu sekali lagi, mohon bimbingannya untuk Shiki-san,” ujar si Kacamata pada salah satu pengurus fasilitas, diikuti bungkukan dalam.
“Dimengerti, Nona. Terima kasih sudah berkenan hadir malam ini,” balas si wanita pengurus, diikuti bungkukan juga.
“Sebisa mungkin, jangan sampai ada yang tahu hadiahnya ditaruh kapan, ya~”
“Baik, Nona.”
Paling belakang, aku mengucap terima kasih dan permisi. Bersamaan dengan pintu yang ditutup, kami berdua balik kanan dan berjalan menuju tempat mobil terparkir.
Sembari berjalan, aku tenggelam dalam lautan pikir. Urusan soal Shiki setelah ini, mungkin tidak akan terlalu menjadi masalah. Respons yang ditunjukkannya tadi, setidaknya bukanlah respons negatif. Aku tidak tahu apakah dia sudah benar-benar menemukan arti hidupnya kembali atau belum, namun, selama dia tidak mencoba bunuh diri lagi, itu sudah yang terbaik.
Hanya saja, apakah aku harus lebih sering kemari sekarang? Tentu, dengan maksud untuk tetap menjaga kontak dengannya. Apalagi sepertinya aku masih akan dibutuhkan sampai Shiki terbiasa berbicara kembali dengan orang lain. Hmm, atau aku hanya harus jaga kontak lewat pesan singkat saja, ya, menimbang kami sudah bertukar nomor telepon. Dia juga masih belum memutuskan untuk masuk sekolah lagi atau tidak, sih. Andai Shiki sudah cukup yakin untuk kembali masuk, mungkin ini akan menjadi lebih mu—
“Duh!”
Aku masih ditengah lamunan, ketika sesuatu menghantam tubuhku dari depan. Atau lebih tepatnya, aku yang menabraknya. Dan benda itu adalah Kacamata, yang tadinya berjalan di depanku, sekarang malah berhenti dan diam tanpa alasan.
“Kacamata, ada apa?” tanyaku heran.
Pelan-pelan dia berbalik. Ketika mata kami bertemu dalam satu garis lurus, refleks aku mengambil satu langkah mundur. Ada sesuatu yang agak aneh. Itu yang kurasa seketika. Sebab senyum yang biasa Kacamata tunjukkan, kali ini tidak ada.
“Kreator, sekarang hal ini benar-benar mengganggu pikiranku. Kenapa kau begitu perhatian pada Shiki-san?” Pertanyaan tiba-tibanya itu hanya bisa menarik keluar rasa bingungku.
“Hah?”
“Bisa dibilang kalian belum lama saling kenal. Kendati demikian dirimu benar-benar memperhatikannya, mengawasinya, memastikan dia tidak kembali ke jalan yang kaulihat salah. Kenapa?”
“Kenapa tiba-tiba kau tanya begitu?” balasku tanya, sebab cecarannya tadi terlalu cepat untuk kucerna.
“Apakah kau memiliki rasa pada Shiki-san?”
“Hah?!”