Sesosok tubuh tergeletak di dalam tungku kremasi tua dengan posisi menelungkup. Bagian dada hingga kepala gosong, setengah badan lainnya yang belum terbakar berada di luar mesin kremator. Daging mayat itu begelambir dengan lemak-lemak masih mengalir dari luka bakar, menetes dari bibir tungku hingga ke ubin lantai. Sisanya mengerut hingga tulang. Bau daging terpanggang masih menyelimuti ruangan.
Jasad seorang pria. Terlihat dari anatomi tubuh serta sisa pakaiannya. Seorang ketua tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (INAFIS) memusatkan pandangan ke wajah dan tubuh penuh luka bakar itu.
Tinggi badan korban 160 sentimeter. Tidak ditemukan kartu identitas, tapi Helmy dan rekannya berhasil mengambil sidik jari jenazah. Nantinya akan diidentifikasi melalui data base sidik jari di kantor pusat.
Di wajah itu Helmy menemukan rahang yang masih menganga. Menyiratkan kesakitan saat kematian menghamprinya dan kengerian akan kematian itu sendiri. Siapa yang tega membakar manusia hidup-hidup seperti ini? Begitu pikirnya setelah meneliti mayat. Sebentar lagi petugas akan membawa mayat terbakar itu ke rumah sakit untuk diuji tim laboratorium forensik.
Tempat Kejadian Perkara (TKP) sudah disterilisasi. Beberapa petugas INAFIS memberi batas garis polisi dan menandai barang-barang di sekitar korban. Seorang petugas sedang memotret dan mulai menelusuri jejak pelaku di dekat jenazah.
Ketika mayat dipindahkan tim INAFIS ke brankar, lengannya terkulai lemah. Hanya sedikit daging menempel di engsel bahunya. Untung telapak tanganya masih utuh sehingga memudahkan identifikasi.
"Pak, ini berkas yang anda butuhkan untuk menganalisa korban." Seorang polisi hadir dari belakang pria itu memberikan sebuah map.
"Ada bukti penunjang lain untuk mengetahui siapa pelakunya?" tanya Ipda Helmy seraya membolak-balik halaman berkas.
"Proses masih dilakukan, Pak. Kami sudah mengamankan kamera pengawas sebagai barang bukti. Diperkirakan korban dibunuh pada malam hari saat krematorium sepi. Belum jelas ini mayat siapa karena hanya ada dua pengurus krematorium di sini. Dua-duanya belum ditemukan, entah masih hidup atau salah satunya korban ini.
"Baiklah. Saya tunggu hasil selanjutnya."
Petugas itu berlalu meninggalkan rasa penasaran Ipda Helmy. Tubuh jangkung Helmy kembali membungkuk dan memeriksa seksama wajah korban sekali lagi. Ada gingsul menyembul di atas gigi taring jenazah. Bagian wajah lainnya tidak dapat dikenali karena hampir hangus.
Pandangan Helmy beralih pada rongga mata hitam pekat tanpa bola mata. Mungkin sudah hancur saat terbakar tengah malam tadi atau lebih awal dari perkiraan.
Ipda Helmy menatap dua lubang itu. Seperti sebuah lorong yang menyimpan misteri. Semakin ketua tim INAFIS itu penasaran, semakin kuat ia merasakan sebuah energi menyedotnya. Di saat itu juga ia merasakan seseorang tengah mengawasinya.
***
Sirine Mazda 6 berlogo polisi memecah hening jalan raya Kota Tua. Beberapa kendaraaan terpaksa menepi, memberikan ruang bagi kendaraan itu lewat. Dua petugas berseragam di dalamnya menghentikan kendaraan di belakang mobil hitam yang terparkir di sisi lapangan bola.