Krematorium Aiden

Adeline Nordica
Chapter #3

Tremor

Rembulan pucat masih menggantung di langit. Sinarnya kian suram menyorot satu sosok berkacamata di ruang kerja lantai tiga sebuah rumah sakit. Rambut semerawut dengan kemeja putih terbuka kancing atasnya. 

Alexandro berkali-kali ia menyulut rokok dengan zippo, berkali-kali juga api itu padam oleh tangan gemetar. Ia menggeram kesal. Kotak perak itu dibanting ke ubin dingin.

Alex menyesap hambar lintingan putih itu seraya menatap hiruk-pikuk kota dari bingkai jendela. Helaan napasnya berat seakan ingin mengeluarkan semua sesak di rongga dada. Tatapan Alex mengawang seiring bunyi gemeretak keluar dari mulutnya. 

"Maaf Dokter Alexandro. Komite medik dan dewan pengawas sudah memutuskan untuk mengajukan pemberhentian anda pada direktur. Beliau sudah setuju."

"Tapi saya sudah melakukan sesuai prosedur medis. Saya juga sudah lama mengabdi di sini." Wajah Alex keheranan. Ia bagaikan kelinci yang tengah mencicit di tengah kerumunan serigala.

"Dan keluarga pasien menuntut anda atas dugaan malapraktik."

"Mereka hanya mengada-ada dan ingin memanfaatkan situasi untuk memperoleh uang!"

Alex gusar di kursi. Tubuhnya terasa panas begitupun dengan telapak tanggan yang kebas dengan keringat tidak henti menetes di dahi. Padahal ac ruangan sudah menyala. 

"Bagaimana dengan alat operasi yang tertinggal di dalam ureter pasien? Anda masih ingin mengatakan itu bukan kelalaian dan kesalahan? Seharusnya ketika pasien datang kembali dengan keluhan sakit di bagian bawah perut paska operasi, anda dengan sigap memeriksa." Tuding seorang komite medik. Tatapannya kian tajam menyorot Alex. 

"Be-rikan saya kesempatan. Sa-ya janji ini yang terakhir," jawab Alex gugup dengan bibir bergetar. Sekelebat kejadian di kamar operasi memukul pikirannya. Ia ingat saat itu, tapi kali ini ia harus mencari cara untuk berkelit.

"Maaf Dokter Alex. Ini sudah kasus kesekian kali. Belum lagi insiden lain akibat kelalaian anda." 

"Saya akan membayar penuh biaya operasi serta perawatan pasien tersebut hingga sembuh."

"Nama baik rumah sakit harus diutamakan sebelum hal ini menyebar ke wartawan dan pengacara pasien. Kami sudah mempertimbangkan dan menjaga reputasi anda." Dewan pengawas angkat bicara. Ia kesal dengan sikap Alex yang menggampangkan sesuatu dengan uang. 

Karir selama sepuluh tahun di Rumah Sakit Blue Capitol harus berakhir begitu saja. Meski ia diberi pilihan untuk pindah ke rumah sakit lain, Alex tetap bersikeras untuk bertahan. 

Hanya di Blue Capitol–rumah sakit swasta bergengsi di Kota Tua–pekerjaannya dibayar mahal dan dihargai. Mereka royal memanjakan para dokter dan tenaga medis. Membuat Alex mulai terlena dan berada di atas angin. Tentu saja kinerja harus sesuai dengan bonus yang diberikan. 

Usai rapat ia bergegas menemui direktur. Ia melewati koridor putih di mana pegawai dan pasien datang silih berganti. Hampir saja ia menabrak seorang pasien berkursi roda. Saapan hangat karyawan ia acuhkan begitu saja. Beberapa orang keheranan dan tidak sedikit berbisik-bisik. Mungkin gosip mulai menyebar dari dinding-dinding bertelinga.

"Sudah beberapa kali kubilang. Kamu harusnya berhati-hati. Bisa, 'kan kamu tidak menggunakannya jika sedang bertugas? Aku sudah lelah memberi toleransi karena memandang mertuamu."

Direktur membuang muka ke arah berkas di meja kerja. Kesal dengan tingkah Alex yang tidak bisa diatur selama ini. Terkadang membatal jadwal operasi semaunya. Tiba-tiba juga mengoperasi pasien meski akhirnya tidak tuntas akibat tremor berulang. 

Alex masih berdiri di samping direktur. Perkataan atasannya itu menghantam harga dirinya. Di sisi lain sebuah ia butuh barang itu untuk menambah stamina.

Ketenaran Alex sebagai dokter bedah membuat pasien yang membludak dan jadwal praktik di klinik rumah sakit serta di tempat lain. Rekeningnya seketika menggendut. Namun, semua itu harus dibayar dengan kelelahan fisik dan sakit. 

Sebenarnya nama besar itu ia dapatkan setelah menikahi Soraya, istrinya. Mertua Alex merupakan seorang taipan kelas kakap di beberapa bisnis properti. Bahkan sudah merambah ke dunia media massa. Tentu dengan tujuan mendongkrak popularitas dan pencitraan sebagai anggota dewan perwakilan rakyat. Membuat semua orang segan dan tidak mau berurusan pelik dengannya. 

Sementara di satu sisi Alex harus mengumpulkan pundi-pundi uang demi memanjakan dan membahagiakan Soraya. Terutama mempertahankan integritas di hadapan sang mertua. 

Lihat selengkapnya