Lebih dari satu dekade yang lalu, di kampung halamanku di sekitar jalur Pantura Jawa Timur terdapat legenda jalanan yang melindungi para pelaku usaha transportasi atau ekspedisi, seperti truk angkutan dan kendaraan muatan lain-lain dari maraknya praktek pungutan liar (pungli) oleh oknum aparat keblinger atau dari pemeras-pemeras jalanan semacam preman ataupun begal.
Jalanan tidak mengenal hari libur, bahkan saat tengah malam, dini hari, hujan lebat, atau puncak kemarau yang sedang panas-panasnya, ribuan bahkan jutaan sopir dan kenek truk muatan tetap mengadu nasibnya di sana. Olehnya jalanan adalah penggerak roda perekonomian yang tidak mengenal tanggal merah, begitu pula dengan tingginya angka kriminalitas yang senantiasa mengiringi.
Orang-orang menyebut legenda itu dengan nama Gajah Oling, ketika usiaku masih anak-anak banyak sekali truk-truk atau kendaraan muatan ditandai dengan stiker bertuliskan Gajah Oling berwarna hijau-putih. Stiker itu adalah tanda perlindungan, di mana oknum aparat atau preman jalanan tidak boleh macam-macam atau bila tetap macam-macam akan menerima akibatnya.