Ada tiga waktu dimana orang-orang beriman dilarang melakukan shalat fardu di dalamnya
"Celaka, aku. Benar-benar akan celaka, kali ini."
Dasim penunggu kamar 5 berdiri di tepi sungai air jingga, bergidik. Sejak matahari menjelang terbit, tepat di atas cakrawala, dan kini senja.
Semua ritualnya tidak ada yang berhasil. Ratusan makhluk berjubah hitam berdesakan memenuhi bebatuan besar hilir sungai, menunggu.
Tak lama waktu berselang mereka bersorak kegirangan. Menerima botol-botol kaca, menepi mudah ke tangan mereka.
Seperti ikan peliharaan yang manut saat tuannya melempar pakan, bahkan umpan.
"Lihat, betapa baiknya nasibku hari ini. Tak perlu kubaca apa yang dituliskan Raja Iblis, melihat botol ini saja aku tahu jika aku membuatnya tersenyum."
Makhluk hitam yang tingginya sejajar dengan menara sutet melompat-lompat. Sebuah gulungan kertas berwarna kuning kunyit dia terima, surat keberuntungan.
Bisa ditebak, undangan jamuan makan di istana air, atau penyematan mahkota kebanggan Raja Iblis. Makhluk raksasa jongkok, membenturkan botol kaca bening yang tersegel dengan setan lain yang tubuhnya lebih kecil , "cheeers."
"HEI, ANGKAT BOTOLMU. UCAPKAN SELAMAT PADAKU!"
Makhluk raksasa tersenyum lebar, rahang besarnya menganga.
"CHEERS."
Makhluk raksasa mendekatkan botol kaca. Tapi Dasim membisu di tempatnya, seruan itu membuat dia tersudut. Tidak ingin terlihat lemah dan malang, Dasim pergi secepat angin.
"KURANG AJAR, DIA TIDAK TAHU SIAPA AKU."
Makhluk raksasa bersungut, hidungnya mengeluarkan asap. Mengepal kedua tangan, sangking marahnya. Botol kaca yang membuatnya bahagia semenit, hampir pecah.
"KEMBALI KAU, SINI. JANGAN PERGI!
Suaranya sangat keras mirip petir di angkasa.
Merasa sedikit takut, Dasim terus menjauh khawatir tangan besar raksasa itu memukulnya seperti nyamuk.
Dasim melayang di udara, kembali memikirkan nasib buruk. Hukuman dari panglima merah. Dia tidak peduli dengan amukan makhluk raksasa, atau balas dendam yang akan menimpanya kelak.
Jubah hitam Dasim menghadang tiupan angin, dia berburu sampai ke hulu sungai. Mata besarnya tetap jeli meski bersembunyi dalam hoodie, mencari benda kecil berkilau. Tidak terlihat ada botol kaca tersangkut akar pohon, Dasim tahu hal itu mustahil.
Mendarat dekat daun teratai sebesar tampah, duduk diatasnya. Aku sudah melakukan ritual dari pagi. Jubahku basah dan kering berkali-kali, kemana perginya botol itu.