Ksatria Angkasa

Aryadi Perwira Subagio
Chapter #1

Air Mercenary

Bab 1: Air mercenary

Astalia adalah sebuah kerajaan dengan teknologi yang berkembang dengan pesat. Mesin diesel telah menggantikan mesin uap dalam kehidupan sehari-hari warga. Kereta api, kapal laut, dan zeppelin telah membuat transportasi jarak jauh menjadi sangat cepat.

Pagi itu suasana di ibukota Rendon sama seperti biasa: Pekerja toko sibuk melayani pelanggan, buruh pabrik menukar tenaga mereka dengan upah yang minim, loper koran menawarkan surat kabar ke orang-orang yang lewat. Asap membumbung tinggi dari cerobong di pabrik, asap hitam itu adalah benda terbanyak kedua yang memenuhi langit selain awan. Itu pun kalau sedang ada awan. Sebagian jalanan becek akibat hujan semalam, tapi itu tidak menghentikan aktivitas para pekerja yang lewat.

Orang-orang berlalu-lalang dengan berjalan kaki atau sepeda kayuh. Wajar saja, karena cuma golongan kaya yang mampu membeli mobil. Tapi taksi juga merupakan pilihan untuk orang yang sedikit lebih kaya dari masyarakat kebanyakan. Lagipula, mobil juga tidak bisa digunakan untuk bepergian ke luar kota, jadi untuk apa buang-buang uang untuk kendaraan itu?

Seorang pria muda sedang menyeberang jalan yang sepi, beberapa noda hitam oli mengotori baju dan wajahnya. Entah kenapa noda itu malah terlihat cocok dengan rambut hitam pendeknya.

Pria itu menghampiri sebuah gedung sewaan kecil berlantai dua dengan papan nama “Kenneth's Mercenary” di atas pintu depan. Gedung kecil itu diapit oleh gedung-gedung lain yang lebih tinggi, ia lalu masuk dari pintu depan.

“Kak Kenneth, aku pulang! Eh? Ada pelanggan ya?”

Pria itu melihat kakaknya, Kenneth sedang duduk di ruang tamu berhadapan dengan seorang perempuan muda, sepantaran dengannya malah. Rambut merah pendek membingkai wajah lucu dengan senyuman manis. Tapi yang agak menarik perhatian adalah: perempuan itu mengenakan seragam maid dengan rok pendek. Kenneth sendiri mengenakan pakaian formal dengan lengan panjang.

“Selamat pagi, anda adik Pak Kenneth? Memang kelihatan mirip, mungkin cuma rambutnya yang beda.”

Omongan maid itu memang benar, Kenneth mewarisi rambut pirang ayahnya dan Carl memiliki rambut hitam ibunya. Dari sifat pun mereka bertolak belakang, Kenneth lebih serius dan Carl lebih suka bercanda.

“Ah, pas sekali kamu datang, Carl. Perempuan ini adalah Louise, dia ke sini mewakili majikannya untuk menyewa jasa kita.”

“Kenalin, aku Carl. Biasanya aku bakal menyalami tangan orang kalau berkenalan tapi sekarang tanganku kena oli, jadi mungkin ga usah.”

“Salam kenal Carl, anda pasti pilotnya. Kalau begitu Pak Kenneth, sekarang saya bisa menjelaskan detil permintaan saya kan?”

“Kau boleh minum tehnya dulu kalau mau. Kau pasti haus sesudah jalan kaki dari hotel.”

Louise menuruti saran Kenneth untuk meminum teh yang sudah disuguhkan di meja, sesudah itu barulah dia menjelaskan.

“Nona saya akan berangkat menuju Nachtigal besok siang dengan zeppelin. Tugas kalian sederhana: melindungi saya dan nona saya dari kemungkinan bahaya bajak udara atau bahaya lain.”

“Nachtigal? Itu kota yang jauh di barat laut dari sini. Aku kira zeppelin anda tidak akan langsung mendarat di sana.”

“Itu betul Pak Kenneth. Zeppelin kami akan transit dulu di Emberburn, tapi tetap tujuan kita adalah Nachtigal.”

“Zeppelin apa yang akan anda naiki? Maksud saya, itu benar-benar tipe sipil kah?”

“Benar Pak Kenneth. Itu bukan zeppelin tipe militer yang dialihfungsi menjadi pesawat penerbangan sipil. Jadi tidak ada hangar buat pesawat anda di atas zeppelin itu.”

“Tunggu, kalau begitu kami harus bilang lebih dulu kalau biaya bahan bakar pesawat kami harus dibayar di muka.”

Menanggapi itu, Louise mengambil koper hitam yang dari tadi ditaruhnya di lantai. Ia menaruhnya di atas pangkuannya sebelum membuka dan memperlihatkan isinya pada Carl dan Kenneth. Gepokan uang kertas memenuhi koper itu dari sudut ke sudut. Jumlahnya bisa digunakan untuk bahan bakar pesawat Carl untuk pergi dari sini ke Nachtigal pulang-pergi. Bahkan masih ada sisa buat beli oleh-oleh.

“Apa segini cukup?”

“Oh, itu cukup sekali Nona Louise!”

Lihat selengkapnya