Bab 3: Identitas asli
Sepanjang sisa hari itu, tidak ada bajak udara lain yang menghampiri Z-47. Sebuah hal yang disyukuri semua orang. Kabar jeleknya adalah: Arah angin hari ini sangat menghambat laju Z-47 hingga membuat perjalanan menjadi lambat.
Matahari sudah terbenam, harusnya saat ini mereka sudah sampai di Emberburn tapi Z-47 terpaksa mendarat di Decagate karena diprediksi nanti malam akan hujan deras. Pesawat-pesawat fighter diparkir di dalam hangar 02, sementara Z-47 diparkir di lapangan 03.
Masing-masing dari pilot mercenary keluar dari fighter mereka sesudah memarkirnya di hangar. Carl di samping Oscar Zero, Curtis di sebelah C-Demon, Jane di sebelah Oscar One si pesawat ular hijau, dan David di samping Wild Dog, tipe pesawat dengan logo burung elang.
“Kerja bagus di atas tadi Carl! Aku kira kau hampir tamat tadi!”
“Enak saja kau Curtis, kau kira aku bakalan kalah darimu?”
Tiba-tiba Jane, perempuan berambut hitam pendek, mendekat, “Tapi kau hebat juga padahal pesawatmu tipe lama. Kenapa kau gak ganti ke tipe yang lebih baru kayak Oscar One misalnya?”
Carl melihat ke Oscar Zero-nya, “Ada banyak kenangan di pesawat ini, sebelum pesawat ini jatuh aku nggak berencana ganti dengan burung baru.”
Jane agak kaget mendengarnya, “Tunggu apa itu berarti kau gak pernah ditembak jatuh biarpun selama perang? Yang benar aja.”
“Eh? Tapi aku memang gak pernah ketembak kok.”
“Tapi Carl, orang dengan kemampuanmu bisa berbuat banyak hal. Bisa bertarung buat macam-macam alasan yang berbeda. Kalau suatu hari nanti kau harus bertarung buat melindungi hal yang penting buatmu, sampai sejauh apa kau bisa bertarung?”
Carl melihat ke Curtis yang bertanya, dia butuh beberapa detik sebelum menjawab.
“Sampai sejauh apa? Mungkin itu tergantung dari apa yang aku lindungi. Kalau itu orang yang berharga buatku kayak kakakku... mungkin aku bersedia melawan siapa saja. Gak peduli sehebat apapun pilotnya.”
“Heh, jawaban yang bagus Carl.”
“Omong-omong soal kakakku, aku harus cepat-cepat. Kalau aku telat lagi bisa-bisa aku dimarahin lagi.”
Carl lalu berlari ke luar hangar, meninggalkan rekan-rekan pilotnya.
Pihak maskapai Z-47 sudah menyiapkan sebuah hotel untuk menginap para penumpang. Saat ini Kenneth, Louise, dan Alicia sedang menunggu seseorang di luar terminal kedatangan. Louise membawa koper berisi barang Alicia.
Pria yang mereka tunggu itu berlari menghampiri Kenneth dari arah Hangar.
“Maaf kak aku telat! Aku tadi salah belok sehabis dari hangar!”
“Lama sekali kau Carl! Bersikaplah profesional, jangan buat Louise dan Nona Alicie menunggu.”
“Maaf kak, ini kan pertama kalinya aku ke Decagate, jadi aku gak tau arah.”
“Ya sudahlah, yang penting sekarang kita bisa segera ke hotel. Nona Louise dan Alicia, kita bisa pergi sekarang.”
Louise tersenyum ke Kenneth sebelum menoleh ke Carl.
“Ah iya Carl, Nona Alicia ingin menyampaikan terima kasih karena kerjamu mengamankan kami tadi.”
“Eh, itu hal biasa kok. Itu kan memang tugasku jadi bukan hal yang besar.”
“Kerja bagus tetaplah kerja bagus, karena itu Nona Alicia berterimakasih,” balas Louise.
Setelah itu Kenneth yang mengantarkan mereka ke hotel. “SkyGaze” adalah sebuah hotel yang cukup mewah. Gedung bangunan yang tinggi, taman kecil di depan lobby, dan juga interior hotel yang indah menunjukkan harga hotel ini. Di samping hotel ini terdapat sebuah taman kecil yang di tengahnya ada cekungan tanah yang cukup dalam karena perang beberapa tahun yang lalu. Lubang ini dibiarkan begitu sebagai kenangan atas perang, dan mungkin untuk obyek wisata.
Lobi hotel itu sangat luas dan penuh dengan para penumpang lain yang juga mendapat kamar hotel. Sebuah lampu gantung besar menerangi lobi dengan cahaya kuning terang. Alicia dan Louise mendapat kamar 1903, sementara Carl dan Kenneth mendapat kamar 1902. Mereka berempat naik lift yang sama ke lantai 19.
“Setelah ini pihak maskapai sudah menyiapkan makan malam untuk semua penumpang di lantai 1. Apa kalian juga akan makan?” Kenneth bertanya pada Louise dan Alicia.
Louise yang menjawab, “Benar. Apa anda juga akan menjaga kami nanti?”
“Tentu saja, saya pasti akan menjaga anda- em … maksud saya anda berdua.”
Carl mendekat untuk berbisik, “Ingat lho, bukan Louise aja yang-”
Kenneth menginjak kaki Carl, memaksa adiknya untuk diam.