Ksatria Angkasa

Aryadi Perwira Subagio
Chapter #6

Prajurit pemberontak

Bab 6: Prajurit pemberontak

Orang-orang bersenjata itu menggiring Carl dan Putri Alice di padang rumput, awan-awan kecil yang menggantung di langit menutupi sebagian cahaya matahari ke kepala mereka. Tidak jauh dari tempat Oscar Zero jatuh terdapat sebuah kota kecil, orang-orang itu membawa Carl dan Putri Alice ke sana.

Luka perang terlihat jelas di kota itu dan daerah di sekitarnya, tanah yang berlubang, bangunan yang hancur ataupun dipenuhi bekas tembakan senapan prajurit. Terdapat sebuah tanah lapang yang panjang di sisi barat kota, kelihatannya itu adalah versi bandara sederhana yang bisa dibuat oleh penduduk kota ini.

Beberapa penduduk kota melihat ke Carl dan Putri Alice saat mereka digiring di jalan kota. Mereka mengintip dari balik pintu atau jendela, ada juga yang melihat langsung dari tepi jalan.

Mereka berdua dibawa ke bangunan dengan pagar memanjang ke dua sisi bertuliskan “Penjara kota.” di atas pintu masuknya. Bagian dalam penjara itu gelap karena tidak banyak ventilasi untuk cahaya masuk dari luar, dan hanya diterangi oleh cahaya lampu kuning. Carl dan Putri Alice dimasukkan dalam sel yang bersebelahan, di dua sel sebelah mereka sudah ada Kenneth dan Louise yang juga sudah tertangkap.

“Carl! Aku senang kau selamat! Kau gak terluka kan?”

“Aku gak apa-apa Kak Kenneth, Putri Alice juga. Kakak sendiri gimana?”

“Aku dan Louise juga baik-baik aja, pesawat kami ketembak jatuh tapi kami berhasil selamat.”

Mendadak Putri Alice berbicara, “Tuan Carl dan Tuan Kenneth, saya mohon maaf karena harus menyembunyikan identitas saya. Tapi saya melakukannya karena ada alasannya.”

“Tuan Putri, sebenarnya saya sudah menceritakannya ke Tuan Kenneth dan Tuan Carl tentang alasan kenapa anda harus pergi ke Nachtigal. Maafkan karena saya lancang tapi mereka memang butuh penjelasan.”

“Tidak apa Louise, aku tidak menyalahkanmu,” ujar Putri Alice sambil menggelengkan kepala.

“Tapi siapa orang-orang yang menculik kita ini? Apa mereka para pemberontak?”

Baru saja Kenneth bertanya begitu, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan tertutup, lalu langkah kaki mendekati sel mereka. Seorang pria mendatangi sel mereka, rambut pirang panjangnya diikat ekor kuda, sebuah kacamata kecoklatan menutupi kedua matanya. Pria itu memandangi tawanannya satu per satu hingga berhenti di Putri Alice.

“Selamat datang di Falton, Tuan Putri. Perkenalkan aku Will, pria yang bertanggungjawab soal kondisi anda di sini.”

Putri Alice membalas pandangan mata pria itu dengan tatapan mata yang kuat dan tegar.

“Apa yang kau inginkan dariku? Aku tahu kau adalah salah satu dari pemberontak yang sedang-”

“Kami bukan pemberontak,” Will memotong Putri Alice, ”kami adalah rakyat Astalia.”

“Rakyat yang tidak mengakui kepempinan raja dan hingga sekarang masih melawan angkatan udara kerajaan?”

“Bukan. Kami rakyat yang sudah capek dengan kerajaan yang nggak peduli pada kami. Sudah 6 tahun sejak perang berakhir, tapi apa yang berubah? Infrastruktur jalan, rel kereta, dan jembatan yang hancur waktu perang juga masih belum diperbaiki. Kami gak bisa pergi ke kota lain dengan jalur darat. Banyak orang kelaparan, tapi cuma sedikit bantuan yang datang.”

“Kerajaan sedang mempersiapkan bantuan makanan dan obat-obatan untuk warga yang terkena dampak perang. Kalau kalian mau bersabar, maka-”

“Kalian sudah menjanjikan itu sejak 2 tahun yang lalu! Mana hasilnya?”

Kali ini Putri Alice terdiam, tidak bisa menyangkal omongan Will. Ia lalu bertanya.

“Jadi itu sebabnya kau menculikku? Untuk bernegosiasi dengan raja? Kau tahu kan kalau rencana itu tidak akan berhasil? Raja tidak akan tunduk pada tuntutan kalian.”

“Kita lihat saja nanti. Untuk sekarang, nikmati sel anda. Aku akan menyuruh orang untuk membawa makanan.”

Will baru saja akan berbalik untuk keluar, tapi pandangan matanya terdiam di Carl.

Lihat selengkapnya