Ksatria Angkasa

Aryadi Perwira Subagio
Chapter #8

Pasukan kerajaan

Bab 8: Pasukan kerajaan

Jangkar-jangkar Merope sudah ditarik, mesin pesawat dijalankan, rune anti gravitasi sudah dinyalakan, dan pesawat carrier ini pun mengudara. Pesawat-pesawat yang tadinya ada di landasan pacu sudah dimasukkan ke dalam hangar di dalam Merope dan dipersiapkan untuk digunakan segera. Para kru hangar adalah para pria dari Falton yang tidak punya kemampuan bertempur tapi tahu tentang hal-hal mekanik pesawat.

Will sedang duduk di kursi kapten di anjungan kapal, anjungan ini bukanlah tipe anjungan yang besar tapi cukup luas supaya para kru bekerja dengan baik. Terdapat beberapa meja yang penuh dengan meteran dan indikator, dari bahan bakar, ketinggian, radar, kondisi bola rune, dan hal-hal lain. Masing-masing meja ditangani oleh seorang kru, baik pria maupun wanita. Seorang wanita sedang mengendalikan roda kemudi kapal.

Merope sedang terbang tinggi di langit menuju ke barat, matahari tepat menyinari di atasnya. Langit kini tak secerah sebelumnya, barisan awan jarang-jarang mengambang di bawah Merope. Will memang ingin Merope terbang di atas awan agar bisa menghindari konfirmasi visual dari prajurit kerajaan, walaupun mereka pasti tidak bisa lepas dari radar mereka.

Carl, Kenneth, Alice, dan Louise sedang menghabiskan waktu di kafeteria kapal, karena memang tidak ada yang bisa mereka lakukan saat ini. Terdapat beberapa meja memenuhi kafeteria ini dan masing-masing meja dikelilingi oleh empat kursi. Semua meja ditancapkan dengan kuat ke lantai kayu untuk menghindari mejanya jatuh sewaktu pesawat sedang bermanuver.

Kafeteria ini tidak berjendela tapi dindingnya dilukis dengan awan, langit biru, dan pesawat terbang. Mengingat jendela hanya akan membuat lemah lambung kapal, hal itu masuk akal.

Carl memesan hotdog dan es limun, Kenneth sup kentang dan es limun, Louise memesan teh, Putri Alice sendiri juga memesan teh.

“Kau nggak makan putri?” tanya Carl.

“Tidak, aku sedang tidak lapar.”

“Kau bukannya ga suka sama makanan rakyat biasa kan?”

“Rasa bukan masalah untukku Tuan Carl, hanya saja aku tidak bisa makan seperti biasa sesudah mengetahui bahwa rakyatku sedang kelaparan. Biarpun sedikit, tapi kalau aku mengurangi jatah makanku maka akan ada lebih banyak makanan untuk mereka.”

“Kau kebanyakan mikir, lagian sekarang aku juga jadi gak enak kalo makan di depanmu.”

“Anda tidak usah berpikir begitu Tuan Carl, anda makan saja seperti biasa. Sudah kewajiban seorang pemimpin untuk berkorban demi rakyatnya.”

“Kau sendiri Louise? Kau juga gak makan?” kali ini Kenneth yang bertanya.

“Saya tidak mungkin makan kalau Putri Alice juga tidak makan.”

Ekspresi Kenneth menunjukkan kalau dia baru menyadari bahwa hal ini adalah hal yang wajar dilakukan para maid. Akhirnya Carl dan Kenneth melanjutkan makan sementara Putri Alice hanya menyesap tehnya.

“Tapi sementara ini kita gak ngelihat para prajurit kerajaan itu ya? Emang lebih bagus kita bisa sampai Ravendale tanpa bertarung.”

“akhu jgha pngnnya gidu, Kak Kennth.”

“Habisin dulu makanan di mulutmu bodoh, baru bicara.”

Carl cepat-cepat menghabiskan makanan di mulutnya sebelum bicara.

“Oh iya, putri, kau beneran gak apa-apa kita bertarung ngelawan prajurit kerajaan? Bukannya mereka juga pasukanmu?”

“Sebenarnya aku juga tidak ingin sampai terjadi seperti ini, tapi tindakan raja sungguh aneh. Padahal sebelum perang dulu, raja adalah orang yang baik hati tapi perang seperti mengubahnya menjadi orang lain. Kini raja bahkan merahasiakan sesuatu dariku, padahal dulu tidak pernah. Kalau saja aku tahu apa yang membuat raja berubah hingga tidak memikirkan rakyatnya, mungkin saja aku bisa melakukan sesuatu.”

Baru saja Carl menghabiskan hotdognya ketika mendadak terdengar alarm tanda bahaya berbunyi keras.

“Bandit terdeteksi, para pilot segera ke hangar, para kru bersiap untuk pertarungan!”

terdengar suara Kapten Will dari lubang komunikasi di salah satu sudut dinding.

“Yak, aku harus siap-siap.” Carl lalu menghabiskan sisa es limunnya.

“Berhati-hatilah Tuan Carl.”

“Tentu aja Tuan Putri.”

“Hati-hati di udara, Carl.”

“Tenang aja kak!”

Carl lalu bergegas keluar dari kafeteria. Kenneth menghela nafas panjang.

“Anda terlihat khawatir, Tuan Kenneth.”

Kenneth menjawab perkataan Louise.

“Karena sifat pekerjaan ini emang berbahaya. Tiap kali dia pergi gak ada jaminan dia bisa kembali dengan selamat. Di udara, hanya butuh satu tembakan tepat untuk menjatuhkan pesawatmu.”

“Kalau anda begitu khawatir, kenapa tidak memilih pekerjaan lain?”

Lihat selengkapnya