Ksatria Angkasa

Aryadi Perwira Subagio
Chapter #12

Project Lance

Bab 12: Project Lance

“Raja dan Kak Frederick ... membuat senjata sebesar ini? Jadi ini yang menyita uang kas kerajaan selama ini?”

Kenneth berjalan ke salah satu meja dan melihat catatan-catatan dan macam-macam diagram yang ada di situ.

“Ini desain dan juga rincian detil tentang rune yang dipakai untuk meriam ini. Rinciannya benar-benar mendalam, aku kagum dengan para ilmuwan yang membuat benda ini.”

“Kakak ngerti semua itu? Aku aja udah pusing cuma ngebaca sekilas.”

“Ini juga susah dimengerti olehku, Carl. Kita harus bawa catatan-catatan ini bersama kita, mungkin nanti berguna.”

Kenneth melihat ada sebuah tas ransel kosong di bawah meja, dia meraih tas itu lalu memasukkan buku-buku catatan di meja itu ke dalam tas.

Mendadak terdengar sebuah suara seperti ada lift yang turun dari lantai atas, tapi suara ini bukan datang dari arah mereka tiba tadi. Setelah suara keras yang menandakan lift itu berhenti, suara berikutnya yang terdengar adalah langkah kaki yang berjalan mendekat. Asal suaranya dari satu tingkat di atas mereka.

Sebuah pintu dari satu tingkat di atas mereka terbuka dan seorang laki-laki memasuki ruangan kubah ini. Pria berusia 30an itu bertubuh tinggi dan gagah, rambut pirang pendeknya disisir rapi, ia mengenakan kemeja putih dan jas hitam. Matanya langsung bertemu dengan mata Alice di lantai bawah.

“Alice, sedang apa kau di sini?”

“Kak Frederick, apa yang kakak buat di tempat ini?”

Frederick melihat ke meriam besar di tengah ruangan,

“Senjata ini? Untuk sementara raja dan aku menyebutnya Project Lance tapi kami berencana menamainya Tombak Creynel. Ini adalah pencapaian terbesar dalam hal ilmu pengetahuan di Astalia.”

“Pencapaian terbesar? Kakak menghabiskan waktu enam tahun ini untuk membuat senjata? Berapa banyak uang yang kakak alokasikan untuk senjata ini? Dana yang seharusnya bisa untuk membangun jalan dan rel kereta? Atau untuk pembangunan kota-kota yang hancur karena perang?”

Frederick menoleh ke arah Alice, “Aku sudah tahu kau pasti sulit untuk memahaminya, karena itu aku meminta raja untuk tidak mengatakan apapun padamu. Kau masih terlalu naif, adikku.”

“Perang sudah selesai, kak! Untuk apa kita membuat senjata? Kakak seharusnya lebih memikirkan rakyat Astalia!”

“Justru aku membuat ini demi rakyat, adikku. Apa kau lupa apa yang terjadi saat perang dulu? Kita kalah perang! Karena persenjataan kita kalah maju dibandingkan kerajaan-kerajaan lain. Angkatan udara kita didorong mundur dengan cepat, banyak prajurit kita yang gugur, sampai-sampai kita harus menjalankan wajib militer ke rakyat kita. Dan sesudah itu pun banyak dari mereka yang juga gugur! Satu-satunya cara untuk mencegah hal itu terjadi lagi adalah dengan membuat satu senjata yang akan membuat kerajaan-kerajaan lain takut pada kita!”

“Hanya karena itu? Hanya karena alasan itu kakak mengabaikan penderitaan dan kesusahan rakyat kita selama ini? Bagaimana kakak akan menjelaskan pada rakyat bahwa kita membuang-buang uang untuk hal yang tidak mendesak?”

“Kita tidak perlu menjelaskan apa-apa, mereka akan mengerti dengan sendirinya.”

“Mengerti dengan sendiri? Yang akan mereka mengerti adalah kerajaan tidak mempedulikan mereka, dan tidak melakukan apa pun untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.”

Frederick menggelengkan kepalanya, “Sudah kuduga kau tidak akan mengerti. Sewaktu perang berlangsung kau memang masih terlalu kecil untuk mengerti, sepertinya itu masih berlaku sampai sekarang. Penjaga! Bawa Putri Alice dan rombongannya keluar, Antar mereka sampai Maia! Aku akan menyusul nanti.”

Beberapa orang prajurit masuk ke ruangan kubah ini dari pintu yang tadi dilewati oleh Pangeran Frederick. Mereka berjumlah 8 orang, dan semuanya membawa senjata laras panjang. Mereka turun ke lantai dasar lewat tangga turun yang ada di salah satu sisi ruang kubah. Mereka berdelapan mengelilingi Alice, Carl, Kenneth, dan Louise.

Lihat selengkapnya