Bab 13: Situasi kritis
“Membuat senjata, kau bilang?” nada suara Will terdengar terkejut dan tidak percaya bersamaan.
“Benar, Tuan Will dan kami juga membawa-”
Will mengangkat tangannya untuk menyela ucapan Alice.
“Penjelasannya bisa menunggu nanti, Tuan Putri. Kita harus segera pergi dari sini sebelum Maia atau pesawat fighter kerajaan mengejar kita.”
salah seorang kru anjungan menyeru pada Will, “Kapten burung-burung kita sedang menghadang bandit di belakang kita!”
Will menoleh ke Carl, “Itu tugasmu, jangan diam saja di sini!”
Carl segera berlari keluar dari anjungan dan menuju hangar, setelah itu dia langsung menaiki Thunder I-nya yang sudah diperbaiki dan meluncur di atas landasan pacu. Carl segera bergabung dengan lima orang rekannya yang sedang bertarung di udara.
Dengan usaha gabungan Carl dan Judith mereka bisa menghalau para pengejar dari kerajaan. Empat orang pilot yang lain juga berhasil menembak jatuh fighter kerajaan.
Mereka beruntung Maia tidak terbang dan mengejar mereka, entah karena alasan apa. Kalau saja Maia ikut bertarung itu akan jadi lawan yang tangguh untuk Merope.
Sudah beberapa jam berlalu sejak mereka melarikan diri dari Nachtigal, kini mereka berada di daerah pegunungan di selatan kota itu. Merope sedang bersembunyi di salah satu dari banyak lembah di deretan pegunungan. Langit sendiri sedang dipenuhi awan-awan putih, tapi itu tidak bisa menutupi warna cakrawala yang mulai menjadi jingga.
Carl baru saja memarkir Thunder I-nya di dalam hangar, dia lalu melompat turun dari kokpit.
“Kelihatannya kamu baik-baik saja ya, anak baru.”
Carl menoleh ke asal suara dan melihat Judith menghampirinya.
“Yaah, rasanya sih gitu. Oh ya, makasih ya tadi kau udah nolong aku sewaktu di Nachtigal.”
“I-itu bukan hal hebat kok, kan sudah wajar kalau aku k-kuatir soal anggotaku.”
“Tapi aku rasa aku tetap harus bilang terima kasih. Dan sekarang aku lagi haus.”
“Oh, kebetulan aku bawa minuman, kamu mau?” Judith menyodorkan sebuah botol minuman di tangan kanannya ke Carl, tangan kirinya juga terlihat membawa botol minuman yang sama.
Carl menerima botol minuman yang ditawarkan padanya, ujung jari telunjuknya tanpa sengaja menyentuh tangan Judith. Wajah Judith terlihat merona merah, tapi kelihatannya Carl tidak menyadari itu dan tetap meminum airnya.
“Haah, makasih ya! Habis bertempur lama itu emang bikin haus.”
“Itu bukan apa-apa kok. Ah, kalau kamu capek mungkin sebaiknya kamu santai-santai sebentar di ruang istirahat.”
“Ruang istirahat? Emang ada ruang kayak gitu ya?”