Angin berhembus kencang, gerbong kereta yang bergoyang-goyang membuat getaran-getaran kecil dan suara metal kereta yang kecil namun konstan memenuhi telinga Kenneth. Tangannya meraih gagang pintu gerbong, dia tahu saat pintu itu terbuka maka pertarungan sudah menunggu di baliknya. Biarpun begitu, Kenneth tetap membuka pintu itu.
Deretan bangku penumpang memenuhi sisi kanan dan kiri gerbong, cahaya masuk dari jendela-jendela di dua sisi gerbong, menampakkan enam orang prajurit kerajaan di dalamnya. Keenam prajurit itu langsung menodongkan senjata laras panjang mereka ke pintu belakang, lalu mulai menghujani tembakan. Kenneth dan yang lain langsung berbalik dan sembunyi di luar gerbong. Peluru-peluru itu menimbulkan bunyi dentingan saat mengenai tembok gerbong yang berlapis besi.
“Oke, sekarang bagaimana?”
Johnny yang menjawab pertanyaan itu, “Tenanglah Kenneth, aku sudah mengingat posisi keenam orang itu. Celsius, bisa tolong?”
Rune di lengan Celsius berpendar kebiruan, sesaat kemudian kabut tebal keluar dari telapak tangannya, memenuhi bagian dalam gerbong. Tembakan-tembakan dari para prajurit itu berhenti karena mereka tidak bisa melihat target mereka dengan jelas.
Tapi Johnny tidak perlu melihat mereka, dia mencabut dua buah pistol revolvernya lalu melompat masuk ke dalam gerbong. Dengan mengandalkan ingatannya tentang posisi terakhir para prajurit itu, dia melepaskan tembakan satu demi satu, satu peluru untuk satu target. Setelah enam tembakan, dia berbalik ke rekan-rekannya di luar.
“Di sini sudah beres.”
Celsius menghilangkan kabutnya, di dalam gerbong itu terlihat enam orang prajurit tergeletak di lantai, masing-masing dengan satu luka tembakan di tubuhnya.
Kenneth terlihat kagum saat masuk ke dalam gerbong, “Hebat sekali kau.”
“Hei, aku dulu orang yang ditugasi untuk menculik Putri Alice, ingat?”
Kenneth mendadak ingat saat Alice berhasil mereka culik. Johnny jelas-jelas bukan orang biasa.
“Baiklah kalau begitu, ayo kita lanjut bergerak,” ujar Kenneth sebelum maju ke bagian depan gerbong.
Tiba-tiba Louise berteriak, “Kenneth menghindarlah!”
Kenneth melompat ke balik salah satu bangku penumpang, tepat sesaat sebelum pintu depan gerbong terbuka dan sebuah bola api melayang ke dalam. Louise, Johnny, dan Celsius juga bersembunyi di balik bangku penumpang yang lain, membiarkan serangan itu mengenai tembok belakang gerbong.
Seorang prajurit runebinder pria berdiri di luar pintu sambil melihat ke arah para penyusup di dalam gerbong. Kemudian, dia menyemburkan lidah api dari tangannya ke arah Kenneth. Kenneth membalasnya dengan semburan api juga, hawa panas memenuhi bagian dalam gerbong tempat dua runebinder api itu bertarung. Celsius membantu Kenneth dengan membuat sebuah semburan es ke runebinder itu. Prajurit itu langsung mundur ke balik tembok, di luar area serang Kenneth dan Celsius untuk menghindari semburan api dan es bersamaan.
Kenneth dan Celsius juga menghentikan semburan elemen mereka untuk bisa melihat musuh mereka dengan lebih jelas. Apalagi mereka juga belum yakin ada berapa runebinder yang juga menjaga kereta ini.
Baru saja rasanya mereka bisa bernapas, mendadak ada seseorang yang bergerak cepat memasuki gerbong ini. Orang itu, yang adalah seorang prajurit wanita, berhenti di depan Kenneth lalu menghantam wajahnya hingga Kenneth jatuh di kursi penumpang.
Johnny berdiri dari tempat persembunyiannya lalu menembak perempuan itu. Tapi perempuan itu dengan cepat bergerak menghindar, tembakan itu meleset.
“Cih, tipe rune penambah kemampuan fisik ya?” ujar Johnny sebelum menembakkan peluru-pelurunya lagi. Lagi-lagi semua peluru itu dihindari perempuan itu dengan mudah, hingga Johnny kehabisan peluru.
Johnny langsung mengisi ulang pelurunya, tapi kesempatan itu digunakan oleh prajurit wanita itu untuk mendekat ke Johnny dengan cepat, prajurit itu sudah menarik tangannya untuk memukul wajah Johnny.
Sebuah tendangan telak mendarat di sisi tubuh prajurit itu, mendorongnya ke samping ke salah satu sisi gerbong. Louise berdiri menantang prajurit itu, tendangannya lah yang tadi mengenai si runebinder.
“Kau, bagaimana kau bisa menendangku?”
“Entahlah, coba kau tebak sendiri?”
rune di tubuh prajurit itu berpendar, ia lalu bergerak cepat dan melayangkan tinjunya ke Louise.
Tinju itu mengenai wajah Louise, lalu pukulan-pukulan berikutnya mengenai perut dan dada Louise. Prajurit itu mengakhirinya dengan satu pukulan di wajah Louise yang membuatnya mundur dua langkah.
Maid itu meludahkan darah ke lantai gerbong, “Ah gawat, ini bukan tindakan yang layak dilakukan seorang wanita terhormat. Untung saja Nona Alice tidak ada di sini, apa jadinya nanti kalau nona meniruku?”
prajurit runebinder itu terlihat agak kesal karena Louise seperti mengacuhkannya, “Hei, apa sekarang kau punya waktu untuk mengkhawatirkan orang lain?”
“Apa kau tidak mengerti? Selain melindungi Nona Alice, aku juga yang harus merawat diri dan hatinya agar dia bisa menjadi seorang perempuan yang terhormat. Beda dengan tukang pukul berhati kotor sepertimu.”