Suasana pertempuran di udara rasanya seperti tidak berubah dari tadi. Entah berapa banyak musuh yang dia tembak jatuh, Carl tetap merasa musuh terus berdatangan. Entah berapa susahnya dia berusaha melindungi rekan-rekannya, tetap saja musuh bisa menembak jatuh pesawat mereka. Lagi dan lagi, seperti siklus yang terus berulang. Seperti perang dulu.
[Oi serigala biru, kamu nggak apa-apa? Carl! Fokus!]
Suara Judith di radio menyadarkannya. Carl melihat Thunder II oranye itu terbang di dekatnya sambil menembaki musuh.
“Aku sudah tidak apa-apa sekarang,” jawab Carl sambil menghindari tembakan musuh. Pesawat kerajaan mengejarnya dari belakang. Mendadak, berondongan tembakan senapan mesih dari belakang pesawat kerajaan itu mengenai sayapnya hingga pesawat itu jatuh.
Suara Henrietta terdengar di radio, [Hati-hati serigala biru, musuh mulai lebih banyak mengincarmu. Hmm, mungkin bisa dibilang mengincar kita bertiga.]
itu wajar saja, melihat kemampuan tempur Carl, Judith, dan Henrietta para prajurit kerajaan itu pasti berpikir pertarungan akan lebih mudah kalau salah satu dari mereka bertiga jatuh. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang mau dijatuhkan.
[Oi kalian berdua lihat itu, itu Maia kan? Dekat sekali dia.]
omongan Judith di radio merujuk ke sebuah kapal terbang besar di utara mereka. Posisi terbangnya agak jauh dari pertarungan para fighter ini, tapi ini pun sudah masuk jarak tembaknya. Itu Maia, kapal tempur milik Pangeran Frederick.
Carl bermanuver di udara untuk mengejar salah satu prajurit kerajaan.
“Ingat ya, jangan terlalu dekat sama kapal itu. Dia punya persenjataan yang bisa nembak kita jatuh dengan gampang.”
[Tenang aja, Kak Henry dan Typhoon yang bakal mengurus dia.]
Thunder II Henrietta juga bermanuver di udara untuk menghindari tembakan pesawat prajurit. Langit siang itu dipenuhi oleh tembakan-tembakan peluru, sayap dari pesawat yang tertembak, dan deru mesin dari mereka yang masih bisa terbang. Sebentar lagi suasana akan menjadi lebih ribut, karena senjata yang lebih besar akan memulai saling menembak.
Typhoon mulai menggerakkan dua meriam kaliber besarnya, hampir bersamaan dengan sewaktu Maia juga melakukan hal yang sama. Kedua kapal udara yang bagai monster itu membidik ke satu sama lain dengan peluru AP yang bisa menembus lapisan armor masing-masing kapal. Meriam-merian besar mereka berhenti bergerak, masing-masing sudah mendapatkan targetnya.
Sesaat kemudian, meriam-meriam mereka bergaung di langit. Pada saat yang bersamaan, kedua kapal itu langsung mengambil manuver menghindar. Peluru-peluru itu melesat di antara banyak pesawat fighter, baik dari pihak pemberontak maupun dari pihak kerajaan. Walaupun sudah dibidik dengan baik, sayangnya semua peluru itu tidak ada yang berhasil mengenai sasarannya. Kedua pesawat berhasil menghindari tembakan pesawat lainnya walaupun nyaris saja kena.
Baik Typhoon maupun Maia berusaha untuk mengembalikan keseimbangan pesawat mereka, dan juga mencoba untuk menembak sekali lagi.
“Tadi itu adu tembakan yang hebat,” ujar Carl sambil menghindari tembakan fighter musuh dari belakangnya. Carl bermanuver di udara, mencari celah supaya dia bisa berbalik berada di belakang pesawat kerajaan itu. Tapi kali ini dia kesusahan menemukan kesempatan itu.
Mendadak terdengar sebuah suara tembakan keras, sesaat kemudian pesawat kerajaan yang mengejar Carl meledak di udara. Peluru yang mengenai pesawat itu masih terus melesat hingga mengenai satu fighter kerajaan lain.
Terdengar sebuah suara di channel publik, [Biar para prajurit itu tahu kalau kapal terbang yang mereka lawan bukan cuma Typhoon saja.]
“Will? Merope yang nembak? Sialan, itu bukan senapan anti-air kan?”
[Aku harus kreatif memakai apa yang aku punya, Carl.]
“Ngawur aja kau! Kalau kena aku gimana!?”
[Tenang Carl, aku yakin kau orang yang beruntung.]
Sebenarnya Carl masih merasa agak kesal karena suara Will tidak terdengar merasa bersalah, tapi dia memutuskan untuk mengatakan keluhannya nanti saja sesudah kembali ke sarang.
Setelah itu, Will mengatakan sesuatu di channel privat para pemberontak, [Ini Merope ke semua burung. Kita sudah dapat kabar dari tim darat, mereka berhasil membajak kereta dengan tombak. Sekarang mereka membawanya ke selatan sesuai rencana.]
“Sesuai rencana ya? Berarti Sky Manta juga lagi ke selatan.”
[Benar, jangan sampai para prajurit itu mengejar keretanya!]
“Siap!”
Membawa kereta itu ke selatan adalah bagian paling rumit dari rencana ini, karena Kenneth dan yang lain harus melewati Nachtigal lagi untuk menuju Ravendale. Yang menjadi masalah adalah: mungkin saja kereta akan dicegat oleh prajurit kerajaan di Nachtigal.
Typhoon dan Maia kembali menembakkan meriam mereka ke satu sama lain. Typhoon berhasil menghindari serangan itu lagi, tapi tidak untuk Maia. Tembakan awak kapal Henry berhasil mengenai sisi lambung kapal, walau masih belum cukup untuk menjatuhkannya dari langit.