Sesudah diganti secara paksa, bola rune baru sudah terpasang di mesin anti gravitasi Merope. Perlahan-lahan kapal terbang itu mulai melakukan yang seharusnya bisa dia lakukan: terbang. Biarpun masih ada lubang di beberapa tempat dan terpaksa terbang dengan kecepatan yang lebih pelan dari biasanya, tapi Merope berhasil terbang.
Saat ini Merope terbang mengikuti White Angel, Azure Dragon, Scarlet Spear, dan Typhoon. Setelah terbang selama beberapa jam, akhirnya tujuan mereka mulai terlihat: Whiteport.
Kota Whiteport sendiri adalah salah satu pelabuhan besar di Astalia, dan kapal-kapal laut yang bertolak dari pelabuhannya melayani perdagangan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Para pemberontak sering mencari informasi atau merepasi kapal mereka di bengkel kapal Whiteport. Beberapa bangunan tinggi dibangun di bagian kota yang jauh dari bandara udara agar tidak ada pesawat yang menabrak bangunan dengan tidak sengaja.
Walikota Whiteport tidak terlalu peduli dengan pemberontakan yang sedang berkecamuk di Astalia. Baginya, siapapun yang bisa mendatangkan uang dan keuntungan bagi Whiteport selalu diterima di jalanan kota ini. Sebagai hasilnya para pemberontak bisa bebas berkeliaran di sini.
Saat ini kapal-kapal itu sedang menuntun Merope ke bengkel kapal. Bengkel kapal itu terletak di sisi barat dermaga, dan terdapat dua bagian: satu untuk memperbaiki kapal laut, satu lagi untuk memperbaiki kapal terbang.
Merope diturunkan di atas platform reparasi, baru setelah itu Alice dan kru yang lain turun dari kapal. Setelah berbicara kepada staf bengkel, pengerjaan reparasi kapal akhirnya bisa dimulai.
Pada saat itu Michael yang baru saja turun dari kapalnya berjalan mendekat ke Alice, “Sudah beres? Kalau gitu kita baiknya segera ke rumah para pemberontak di sini, kita bisa bicara lebih banyak di sana.”
Setelah itu Michael menuntun Alice, Carl, Kenneth, dan Louise ke luar pelabuhan. Trotoar jalan ramai dengan orang-orang yang berlalu-lalang. Seorang anak kecil berpakaian dekil menjajakan koran, di tepi gang kecil ada seorang pengemis tua yang mengharapkan belas kasihan. Gang itu kelihatannya dekat dengan distrik kumuh kota ini.
Michael mengajak mereka berjalan menyeberang jalan, setelah itu mereka berjalan lurus hingga ke belokan pertama. Mereka belok di situ, dan sampai di bagian kota yang lebih mewah daripada daerah pelabuhan tadi.
Bangunan-bangunan yang lebih tinggi, orang-orang dengan pakaian yang memikirkan gaya di atas fungsionalitas, bahkan ada orang yang punya cukup uang lebih untuk memelihara seekor anjing. Orang itu terlihat membawa anjingnya jalan-jalan.
Michael melanjutkan perjalanan mereka ke hotel “Shining Star”, dan setelah itu mereka berlima naik lift untuk naik ke lantai delapan. Setelah itu mereka menyusuri lorong hingga sampai di depan pintu kamar nomor 5.
Michael yang membuka pintu, kamar itu cukup besar dengan dua buah tempat tidur, dua buah meja kecil dan enam buah sofa terletak di sudut kamar. Kamar itu ternyata tidak kosong, di dalam ruangan sudah ada Alex, Henry, dan Rose.
Henry melambaikan tangan saat melihat Michael masuk, “Hei kami udah nunggu kalian dari tadi.”
Michael, Alice, Carl, Kenneth, dan Louise melangkah masuk lalu menutup pintu di belakang mereka. Michael, Alice, dan Carl duduk di sofa-sofa yang masih tersedia. Kenneth duduk di tepi ranjang, Louise sendiri tetap berdiri di tengah ruangan.
Alice mendadak menjadi pusat perhatian para kapten yang lain.
Michael yang memecah keheningan yang tercipta, “Jadi, kami tertarik sekali mendengar tentang senjata yang bermasalah itu dari anda langsung, Kapten Alice.”
Alice lalu menceritakan tentang alasan kenapa dia mencurigai Nachtigal, tentang kepergiannya dan juga pertemuannya dengan Will. Tentu saja bagian ini dia katakan dengan sesingkat mungkin, karena cerita utamanya ada pada bagian saat dia sampai di Nachtigal. Alice menceritakan apa yang dia lihat dan juga apa yang Pangeran Frederick katakan padanya. Setelah itu penjelasannya masuk pada usahanya untuk merebut Tombak Creynel, yang berujung kegagalan.
Matahari sudah mengubah langit menjadi warna senja saat Alice selesai bercerita. Para kapten lain mendengarkan ceritanya dengan serius, mereka tahu bahwa senjata ini mungkin saja adalah ancaman terbesar yang akan mereka hadapi.
Michael yang pertama menanggapi, “Senjata dengan daya hancur masal? Kalau kerajaan memang punya senjata seperti itu, itu akan berbahaya sekali.”
Rose mengangguk, “Senjata seperti itu ... hanya orang-orang yang memiliki pikiran diktator saja yang bisa memikirkan membuat senjata seperti itu.”
“Lalu? Sekarang sesudah kita kehilangan senjata itu, apa rencana kita? Apa kita mau mencoba menyurinya lagi?” tanya Alex.
Alice terlihat berpikir sebelum akhirya menjawab, “Keamanan akan makin diperketat sesudah upaya yang gagal ini. Kalau memang kita akan mencurinya lagi, usaha-usaha kita sesudah ini hanya akan lebih susah lagi.”