Butuh waktu tiga hari, tapi kini perbaikan Merope sudah selesai. Lambung dan geladak kapal sudah ditambal, mesin-mesin sudah diperbaiki, kini kapal itu sudah siap mengudara di medan pertempuran lagi.
Merope kini sudah dipindahkan dari bengkel ke bandara pagi ini, diparkir di lapangan di samping White Angel. Selain kedua kapal itu, Azure Dragon, Typhoon dan Scarlet Spear juga ada di sana. Dua pesawat fighter Merope dan tujuh fighter Sky Manta sudah berada di dalam hangar internal Merope, siap untuk bertarung.
Tiga fighter Typhoon siap di jalur taxi, bersama dengan 15 dari Azure Dragon, 12 dari Scarlet Spear, dan 20 dari White Angel. Mereka sudah siap untuk berperang.
Saat ini Alice, Henry, Michael, Alex, dan Rose sedang berada di salah satu ruangan di dalam Typhoon. Henry yang memimpin pertemuan mereka.
“Jadi, aku baru dapat kabar dari salah satu agenku. Dia mengatakan kalau senjata yang dikenal dengan Tombak Creynel sedang dibawa ke perbatasan di timur, dekat dengan Keratuan Rolish. Mungkin kerajaan akan melakukan uji coba di dekat Duchold.”
“Jadi kita sudah dapat posisinya, apa para pangeran dan putri akan menjaga senjata itu lagi?” tanya Michael.
“Itu benar, agenku itu juga mengabarkan kalau Maia, Electra, dan Celaeno terlihat di dekat lokasi. Begitu juga dengan armada mereka. Pertarungan kali ini akan jadi lebih susah.”
Michael mengelus dagunya, “Oke, jadi bagaimana kita akan melakukan ini? Kita ingat kan kalau rencana terakhir gagal total?”
Rose menanggapi, “Apalagi dengan armada penuh mereka, ini akan jadi lebih susah. Gimana dengan pangeran dan putri yang lain? Apa mereka juga akan melawan kita?”
Menyadari pendapatnya diperlukan, Alice membuka suara, “Saya masih tidak mendapat kabar dari Kak Robert, Kak Albert atau Kak Josephine. Maaf tapi saya terpisah dari komunikasi dengan kakak-kakak saya.”
“Kalau begitu kita harus mengasumsikan kalau kita juga akan melawan mereka. Ini akan jadi semakin berbahaya,” ujar Michael.
Alex menghela nafas, ekspresi wajahnya seperti tidak mengerti apa yang rekan-rekannya bicarakan, “Terus kenapa? Pada akhirnya kita tetap bakal ngelawan mereka semua. Kita maju aja dan tembak siapa pun yang menghalangi, beres perkara.”
“Enak sekali ya jadi orang yang jalan pikirannya sederhana kayak kau,” sahut Rose.
“Apa? Kau menghina?” Alex terdengar tersinggung mendengarnya.
“Rekan-rekan sekalian, saya rasa sekarang ini bukanlah waktunya untuk saling bertengkar di antara teman sendiri. Bukan begitu, Tuan Rose dan Tuan Alex?”
Kedua orang yang bertengkar itu langsung terdiam setelah mendengar omongan Kapten Alice. Meski begitu wajah Alex masih terlihat kesal pada Rose.
Tiba-tiba saja pintu ruangan itu dibuka lebar oleh salah seorang kru Typhoon, “Kapten Henry! Maafkan saya tapi ada tamu penting yang ingin bertemu anda!”
“Apa katamu? Kita sedang ada pertemuan penting di sini, memang siapa dia sampai bisa lebih penting dari pertemuan ini?”
Kru itu berbicara dengan terbata-bata saat menjawab, tapi jawabannya itu mengagetkan semua kapten yang ada di sana.
Langit pagi itu sedikit mendung, beberapa awan menggantung di tempat yang tepat untuk menutupi cahaya matahari dari mengenai bandara Whiteport. Pagi itu sudah ada tiga buah kapal terbang besar lagi di bandaranya, dan terparkir tepat di depan Merope, White Angel, Scarlet Spear, dan Azure Dragon.
Kapal-kapal terbang itu adala Taygete milik Pangeran Albert, Alcyone milik Pangeran Robert, dan Sterope milik Putri Josephine. Para pangeran dan putri pemilik kapal terbang itu sedang menunggu kedatangan para kapten pemberontak di dalam ruang tunggu VIP di ruang keberangkatan bandara Whiteport. Tiga orang prajurit bersenjata menemani mereka di situ.
Beberapa menit kemudian pintu ruang VIP itu terbuka dan Alice, Henry, Michael, Alex, dan Rose masuk ke dalam ruangan.
“Kak Albert, Robert, dan Kak Josephine. Kenapa kakak-kakak bisa ada di sini? Apa yang kakak-kakak inginkan?”
“Benar, kalau kalian ingin menangkap kami maka sekaranglah saatnya,” ujar Henry.
Pangeran Albert menggoyang-goyangkan jari telunjuk di depan wajahnya, “Ck. Ck. Ck. Saya tidak ada minat untuk hal-hal seperti itu, hal-hal politik saja sudah cukup membuat saya sakit kepala. Saya tidak ingin menambah alasan sakit saya.”
Putri Josephine melihat ke adiknya, “Kami dengar tentang pertemuanmu dengan Kak Frederick di Nachtigal. Kak Frederick mengatakan bahwa kau melawannya mengenai senjata yang dia kembangkan.”
“Perkataan Kak Josephine memang benar, tapi dari mana kakak tahu kalau saya menjadi kapten dari kapal pemberontak?”
“Kak Frederick mengatakan kau ada di anjungan Merope, dan kau tidak disekap atau digunakan sebagai alat negosiasi. Itu saja sudah cukup jelas untukku.”
Perkataan putri kedua Astalia itu benar, Alice tidak bisa membantah omongan kakaknya itu.
“Lalu? Untuk apa kakak-kakak kemari? Kakak semua tahu kan tentang senjata yang Kak Frederick buat?”