Ksatria Angkasa

Aryadi Perwira Subagio
Chapter #27

Akhir pertempuran

Sterope baru saja jatuh, tapi Putri Josephine sudah melaporkan pada Alice kalau dia bisa selamat dari jatuhnya kapal itu. Suara tembakan dan ledakan masih terdengar di langit di luar anjungan Merope, hanya tinggal kapalnya yang tersisa, Alice harus bisa bertarung sampai akhir.

Tiba-tiba kru radionya berkata, “Kapten ada kabar dari tim darat! Mereka berhasil mengambil alih Tombak Creynel, sekarang Kenneth sedang menonaktifkan senjata itu!”

Raut wajah Alice berubah menjadi lebih senang, tujuan mereka sudah berhasil mereka dapatkan.

“Sambungkan aku dengan Maia!” perintah Alice.

“Baik kapten.”

beberapa saat kemudian, Alice sudah tersambung dengan channel radio Maia.

“Kak Frederick, saya sudah berhasil mengambil alih Tombak Creynel. Saat ini, prajurit saya sedang mematikan senjata itu. Sudah tidak ada gunanya lagi melanjutkan perang ini.”

sejenak tidak ada balasan dari Maia, sebelum akhirnya, “Kelihatannya aku sudah tidak bisa menang ya? Baiklah Alice, apa yang kau inginkan?”

“Hentikan pertempuran yang sia-sia ini, dan juga saya ingin saya yang membawa Tombak Creynel.”

“Baiklah, memang sudah banyak yang gugur dalam perang ini. Aku mengaku kalah, mari kita turun dan bertemu dulu, Alice.”

“Baik, Kak Frederick.”

berita ini lalu disampaikan kepada semua pilot fighter dari kedua pihak, akhirnya setelah pertempuran yang lama, akhir dari pertarungan ini bisa tercapai. Para pilot dan kru pemberontak yang bertarung bisa bernafas lega setelah mengetahui bahwa mereka sudah menang.

Dua hari sesudah pertempuran penentuan itu, di pagi hari yang cerah seolah langit pun sedang bersenang hati. Hari ini para pemimpin dari kubu pemberontak sepakat untuk bertemu dengan pihak kerajaan untuk membicarakan akhir dari pertempuran. Mereka sepakat untuk bertemu di Nachtigal, tempat di mana senjata itu dibuat untuk menentukan akhir dari tombak itu.

Gedung Creynel dipilih sebagai tempat untuk berdiskusi. Henry, Rose, dan Alice datang sebagai wakil dari pemberontak, sementara Pangeran Frederick, Pangeran Alexander dan Putri Margaret hadir sebagai wakil dari pihak kerajaan. Mereka semua kini berada dalam sebuah ruangan meeting di gedung Creynel. Mereka duduk saling berhadapan di sebuah meja bundar di tengah ruangan.

Mereka berdiskusi soal apa yang akan dilakukan terhadap Tombak Creynel, awalnya muncul usulan untuk menghancurkan saja senjata itu, tapi Henry tidak setuju. Sudah banyak uang rakyat yang dimasukkan ke dalam senjata itu untuk kemudian dihancurkan dengan begitu saja, dia ingin ada sesuatu yang bisa kembali ke rakyat Astalia kalau tidak maka perjuangan mereka akan sia-sia.

Awalnya Pangeran Frederick ingin langsung saja menjual Tombak Creynel ke negara tetangga yang ingin membayar mahal. Alice tidak setuju dengan rencana itu, karena sama saja menyerahkan masalah mereka ke negara lain, dan mungkin saja negara lain malah menyerang Astalia dengan senjata ini.

Akhirnya mereka setuju untuk membongkar inti reaktor ether dari Tombak Creynel itu saja lalu menggunakan teknologi yang sama untuk memberikan tenaga ke pabrik-pabrik di banyak kota di daerah perbatasan. Dengan begitu diharapkan bisa meningkatkan produksi di kota-kota itu, meningkatkan perdagangan dengan negara tetangga, dan pada akhirnya menguntungkan kota itu sendiri. Mungkin itu bukan proses yang cepat, tapi itu hasil terbaik yang bisa mereka hasilkan dari pertemuan ini. Pasukan pemberontak juga akan menghentikan serangan dan usaha mereka untuk memerdekakan diri asalkan kesejahteraan mereka diperhatikan oleh kerajaan.

Di akhir pertemuan, mereka menuliskan hasil pertemuan mereka sebagai Perjanjian Creynel, dan ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam pertemuan. Setelah tanda tangan, mereka berjabat tangan untuk meresmikan lagi hasil kesepakatan mereka.

Setelah pertemuan itu, Alice bertemu dengan Carl di balkon lantai 10. Matahari sudah hampir terbenam di cakrawala barat.

“Kau keliatan capek?” tanya Carl membuka percakapan.

“Yaah, karena memang susah sekali membuat sebuah perjanjian yang bisa diterima oleh semua pihak, tanpa membuat konflik lain di masa depan.”

“Kau udah jadi orang hebat ya? Padahal dulu waktu pertama ketemu aku kira kau orang biasa-biasa aja lho.”

“Oh? Apa saya membuatmu kaget? Apa tuan putri dalam bayanganmu cuma bisa diam saja di istana?”

Lihat selengkapnya