KUCOBA MELAWAN TAKDIR

Senja
Chapter #2

PINGSAN

Kumandang adzan subuh telah terdengar, membangunkan setiap mata yang merindukan sapaan sang pencipta melalu gerakan-gerakan sholat. Diakhir Sholat yang ku kerjakan aku tidak lantas bergegas dari atas sajadah, aku meluangkan waktu untuk membaca ayat-ayat Al Quran tepatnya ber murojaah agar hafalanku tidak hilang dari memory otakku.

Menghafal Al Quran adalah kebiasaan yang ditanamkan oleh keluarga sejak kecil. Keluargaku termasuk orang yang fanatik terhadap agama, walaupun sebenarnya Ayahku seorang Purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Mayjend dan Ibuku sendiri seorang Dokter Tentara dengan pangkat terakhir Mayor karena setelah itu Ibuku memutuskan untuk pensiun dini dan mengabdi kepada Ayahku saja. Namun untuk urusan Agama keluargaku pasti me nomor satukan, karena pesan Ayah dan Ibu semua tidak akan ada artinya jika kita jauh dari Agama.

Tak terasa jam berputar dengan semestinya, kulihat binar mentari mulai memasuki jendela kamarku. Yah pagi sudah menyapa lagi, aku bergegas dari atas sajadah kesayanganku yang sudah lusuh akibat termakan usia, bagaimana tidak lusuh usia sajadahku hampir 11thn. Sajadah pemberian seorang sahabat sewaktu di Pondok Pesantren Al Qodiri Jember. Entah sekarang bagaimana kabar sahabatku yang bernama Hamida itu. Tak pernah lagi terdengar kabar setelah kelulusan kami dari pesantren.

Hari ini aku memulai aktifitasku seperti biasa, aku berolah raga pagi jogging ditaman komplek. Setelah merasa lelah dengan lari-lari kecil aku memutuskan untuk duduk ditepi taman.

Disitu ada sebuah pohon cerry jawa yang rindang, aku mengumpulkan tenagaku yang sempat terkuras akibat lari-lari tadi sambil duduk dan meminum air mineral yang kubawa dari rumah. Entah kenapa hari ini aku memutuskan untuk berfikir soal sakit kepalaku yang kualami semalam. Kenapa aku sampai sakit kepala yang benar-benar menguras energi, seperti bukan sakit kepala biasa. Ditengah-tengah lamunanku yang memikirkan rasa sakitku semalam tiba-tiba ponselku yang ku taruh disaku celana berbahan parasit bergetar, sebuah pesan melalui aplikasi whatsApp masuk kulihat atas nama Sinta.

"Tya lo dimana, gua dirumah lo nih." Isi pesan itu dari sinta.

"Gua ditaman sin, lo kesini aja." Jawabku.

Tak berselang lama Sinta sahabatku sekaligus rekan sejawatku sampai di taman komplek, karena memang taman koplek tak jauh dari rumah hanya membutuhkan waktu sepuluh menit berjalan kaki dari rumahku ke taman komplek.

"Jam berapa ini woy lo masih disini bae." Suara Sinta mengagetkan lamunanku.

"Emang jam berapa Sin." Jawabku sambil melihat jarum jam di arloji yang melingkar ditangan kananku.

Lihat selengkapnya