Ku Tunggu Kau Putus

Joo
Chapter #3

3. Ini adalah Awal, Aku harus Menyerah

โ€œBelum jadi pacar kamu saja, kamu sudah selingkuh. Gimana kalau aku beneran jadi pacar kamu ? Kurang sabar apa aku ?โ€

-Azura Lakusaba-

๐Ÿ’ž ๐Ÿ’ž ๐Ÿ’ž

SUDAH dua atau tiga ronde ini, Azura duduk di samping cowok ini. Yap, untuk alasan tertentu, setiap minggu bakal ada acara pindah meja. Dan lagi-lagi Azura di perkenankan Tuhan agar duduk di sampingnya. Sungguh takdir yang begitu buruk.

Pagi ini, mood Azura benar-benar baik. Entah angin darimana, membuat Azura tak hentinya mengumbar senyum sepanjang pagi ini. Walau sebenarnya setiap hari ia selalu mengumbarnya kemana-mana.

Baru pukul 06.55, lima menit lagi bel akan berbunyi. Matanya melirik kearah pintu, dimana chairmate-nya baru datang dengan ekspresi yang sama setiap harinya, datar.

Senyuman Azura merekah ketika cowok itu duduk di sampingnya. "Pagi, Yua, " sapa Azura. Yuara meliriknya sekilas, kemudian acuh mengeluarkan bukunya.

Azura memutar duduknya menghadap Yuara, melihat cowok itu dari samping, membuat yang di tamati merasa tak nyaman. "Apa ?"

Senyuman itu masih ada di wajah Azura. Nih anak mau nyoba memikat gue ? Gak mempan !! Tandas Yuara dalam hati.

"Nih!" Azura mengeluarkan satu persatu buku dari dalam tas-nya, beberapa notes, dan lainnya.

"Ini buku catatan gue agama, catatan matematika peminatan, catatan matematika wajib, fisika, kimia, bahasa Inggris, bahasa Jepang, sama biologi," jelas Azura menarik napas panjang.

"Gue udah bikin jadwal tugas-tugasnya. Fisika, kita ada PR nyari artikel. Kimia, bikin makalah sekalian persentasi Minggu depan. Bahasa Jepang, di suruh bikin lima belas kalimat tulis Jepang-nya sekalian ada ulangan. Biologi, di suruh gambar sama nyari setiap penjelasan mengenai bab terakhir, sama --"

"Bentar.. Lu.. Tumben perhatian sama gue ?" Potong Yuara. Azura lagi-lagi tersenyum, menyerahkan buku-buku itu agar Yuara lekas menyimpannya.

"Emang.. Salah ?" Tanya Azura balik. Yuara menatap manik mata di depannya seksama, mencoba mengartikan. Pasti.. Ada apa-apa nih.

"Gak gitu.. cuma.." ucapan Yuara menggantung. Azura menunggu lanjutannya, sedang Yuara nampak berpikir untuk melanjutkan. "Lo.. gak nyoba.. deketin gue, kan ?"

Tawa Azura meledak, membuat anak-anak melihat ke meja mereka. "Lo pikir.. gue suka sama lu ? Gak salah tuh ?" Yuara melihat Azura yang masih tertawa disana.

"Lo bukan tipe gue, Yua. Walaupun elo terkenal seantero sekolah pun, gue gak bakal kepincut sama lu," ungkap Azura. Yuara bernafas lega, sedang tawa Azura perlahan menghilang.

"Gue ngasih itu semua cuma.. gue gak mau elo manfaatin."

"Manfaatin ?"

"Iy.. Lo pikir gue gak trauma duduk sama lo ? Ini udah kesekian kalinya kita duduk barengan lagi. Dengan gue nyerahin semua itu, lu bisa ngerjain semua tugas lu yang belum selesai. Jadi, gue gak bakal lu boikot lagi buat ngerjain semua tugas-tugas lu."

Yuara mencoba meresapi apa yang Azura katakan. "Inget! Kerjain itu semua! Jangan sampai enggak. Gue gak mau bantuin elo, sekalipun lo masang wajah melas kek sebelumnya." Tunjuk Azura di depan Yuara, yang sukses membuat cowok itu mendengus kesal.

๐Ÿ’ž ๐Ÿ’ž ๐Ÿ’ž

Matematika Wajib, entah karena pengaruh apa, setiap pelajaran ini berlangsung tak satupun murid berani bergerak barang sesenti dari tempatnya. Takut, kalau-kalau Pak Suhud di depan menyuruh mereka maju untuk mengerjakan soal.

Azura tak bisa fokus, ketika seseorang mulai mencoba memanggil namanya berkali-kali. Ekor matanya melirik kearah Yuara yang tengah mengunci pikiran dan matanya ke papan, fokus. Dengan susah payah Azura menelan Saliva nya, orang itu tak hentinya memanggil.

Seolah tau akan Azura merasa tak nyaman, Yuara sedikit memperileks duduknya. "Udah.. Pura-pura gak denger aja," bisik Yuara setengah mendekat. Azura mengangguk.

Kenapa Azura tidak menoleh ? Itu adalah salah satu perjanjian yang ia dan Yuara sepakati selama mereka masih duduk sebangku. Kenapa seperti itu ? Semuanya berawal dari ronde pertama penempatan tempat duduk secara random.

Hari itu panas terik, bisa di rasakan ketika panas menyengat di atas ubun-ubun kepala. Yuara baru saja izin masuk kelas ketika ia selesai latihan basket, hingga mencuri beberapa jam waktu pembelajaran.

"Yura !!"

Mereka menoleh, menengok kearah seseoeang yang memanggil. Tak ada respon, hanya terdengar cekikikan di tempat. Hingga berulang kali, beberapa anak di kelas memanggil-manggil nama keduanya, seperti mencoba menggoda.

Azura melihat jelas, tangan Yuara sedikit mengepal, ia menghembuskan napas berat.

"Yura," panggil Yuara di samping. Azura berdehem kecil, untuk respon. Tak memutuskan pikiranku pada penjelasan di depan.

"Gue mau, setelah ini... Jangan noleh kalau di panggil temen-temen." Azura menoleh. Kenapa orang di sampingnya menyuruhnya melakukan hal itu ?

"Lo ngerti kan ? Nama kita sama, jadi.. jangan noleh sampai mereka manggil kita begitu spesifik."

Tak tahan jika Azura berpura-pura tuli seperti ini. Baru saja ia hendak menoleh, rupa-rupanya sebuah tangan respect menepuk punggung tangannya. Yuara.

"Gak usah noleh, Ra. Please, lihat ke depan aja," ucap Yuara pelan. Pak Suhud melempar pandangan menuju meja Duo Yura, lantas menunjuk dengan penggarisnya.

Lihat selengkapnya