“Kak Edison ternyata ulang tahun lho besok,” kata Amy, teman studio seni lukisnya Aster.
Aster pikir, mau kemanapun dia pergi, nama Edison akan mengikutinya. Namun, ini informasi yang bagus.
“Lo tahu dari mana Amy?” tanya Aster. Amy menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela napas.
“Teman-teman unit karate gue pada berisik soal itu. Terutama para kating. Dulu ternyata sebelum angkatan kita masuk Kak Edison itu salah satu anggotanya. Tapi karena sekarang tingkat-3 dia mengurangi kegiatan unitnya dan hanya mengikuti voli,” jawab Amy.
“Gue yang tadinya tahu Edison dari pembicaraan lo doang, sekarang tahu dia ulang tahun tanggal 19 Oktober. Manusia itu dulu kebanyakan energi atau apa sih? Banyak banget ikut unit, sekarang lepas beberapa unit, dia malah magang.”
Amy memegang dahinya dan menggelengkan kepalanya lagi.
“Gue justru nggak tahu, tapi memang belum ikut kegiatan voli lagi sih. Karena pelatih sedang sibuk jadi lagi tidak datang. Banyak yang tetap latihan mandiri bersama, tapi gue harus mengejar tugas,” ujar Aster.
“Bakal ngasih sesuatu nggak?”
“Mungkin. Kalau dia mau terima.”
Untungnya hari ini Rabu, Edison sering berada di perpustakaan setelah makan siang. Aster bisa meminta Edison untuk bertemu besok sore. Setelah Aster sudah membelikan hadiah malam ini atau besok pagi.
“Akan gue siapkan tapi.”
Aster merasa senang memberikan hadiah ke teman-temannya dan Edison tidak terkecuali. Kebiasaan ini mungkin bermula dari pengalaman sewaktu kecil mendapatkan banyak hadiah dan kekecewaan saat bertumbuh dewasa jarang mendapatkannya. Sesuatu yang dianggap sebagai bentuk kasih, Aster tidak mau satu pun dari temannya merasakan kekecewaan itu.
Tidak tahu Edison menganggapnya apa tapi Aster sudah menganggapnya teman. Dari jumlah interaksi yang terjadi mau sengaja atau tidak. Aster menikmati waktu mereka membahas segala hal yang mungkin tidak penting tapi mendalam. Aster menikmati juga waktu-waktu mereka terdiam dengan nyaman.
Aster menemukan Edison di tempat dia biasa berada, dekat dengan jendela. Edison menyadari keberadaan Aster dan menyapa dengan berbisik. Aster langsung mengambil kursi di seberangnya.
Aster tidak tahu baiknya kapan menanyakannya mengenai ulang tahunnya. Selain itu juga Edison terlihat seperti mau tidur. Edison bolak-balik berusaha membuka matanya. Jadi, Aster pikir lebih baik saat mereka pergi dari perpustakaan nanti. Tidak lama dari saat Aster memutuskan, Edison terkalahkan rasa kantuk dan tertidur bersandar ke meja.
Aster ingin menemaninya dan menyibukan diri dengan tugasnya saja sambil menunggu Edison bangun. Saat langit sudah berubah menjadi jingga, Edison terbangun. Aster pikir tepat sekali, karena sebentar lagi perpustakaan akan tutup.
Edison berkedip beberapa kali seperti sedang mengumpulkan nyawanya. Setelah itu, dirinya mengucek mata dan melakukan peregangan. Aster terbayang punggungnya pegal berada pada posisi tadi beberapa jam. Selesai peregangan, Edison melihat Aster memperhatikannya, terdapat senyuman kecil di mukanya. Apabila Aster tidak memperhatikan dengan baik, dirinya tidak akan sadar akan senyuman itu.
“Semenyenangkan itu kah memperhatikan saya tidur?” tanya Edison dengan nada yang datar. Aster tertawa pada dirinya sendiri berpikir Edison belakangan ini seperti sudah nyaman dengan Aster. Beberapa kali memberikan lontaran candaan yang dia tidak lihat Edison lakukan ke anggota-anggota tim putri lainnya. Aster yang merupakan orang iseng, tidak mau kalah.
“Tentu saja, ada putri tidur mana mungkin tidak. Oh salah, pangeran tidur maksudku,” jawab Aster dengan muka santai. Edison berkedip cepat seperti berusaha memproses apa yang Aster katakan. Kemudian Edison tertawa halus. Aster kembali membaca buku teorinya, berusaha menyelesaikan bagian tersebut sebelum diusir dari perpustakaan.
“Aster,” panggil Edison. Aster memiringkan kepala dan mengangkat alisnya. Dia melihat Edison membereskan barang-barangnya. Aster menutup bukunya dan mulai beres-beres juga.
“Saya tertidur berapa lama?” tanya Edison.
“Sekitaran satu setengah jam. Aku nggak masalah kalau nunggu sejam lagi sebenarnya.”
Sejam lagi bertepatan dengan waktu mereka pasti diusir.
“Maaf merepotkan.”
“Nggak masalah Kak. Aku yang memilih untuk nemenin kok.”
Entah mengapa mereka saling menatap seperti sedang berlomba. Berlomba apa? Mungkin Aster hanya mau Edison berhenti bicara yang tidak-tidak. Sementara Edison ingin berargumen bahwa dirinya memang melakukan kesalahan. Melihat Aster tidak mundur, Edison menghela napas.
“Baiklah. Mari pulang bersama, kecuali kamu ada perlu melakukan hal lain?” ajak Edison. Aster menggelengkan kepalanya.
“Nggak ada Kak, ayo.”