Kuberikan Abu dan Hujan

Nunonuno
Chapter #6

Lika-Liku Kehidupan Mempertemukan Kita, Membentuk Ruang dari Garis, Bagaikan Tugas Merajut Kawat.(3)

Aster berusaha berjalan melewati kerumunan dengan segala tugas yang harus dibawanya hari ini. Rasa perih dari pertarungannya dengan kawat di jejariannya semakin menjadi-jadi. Punggungnya yang terpaksa berada di posisi bagaikan keong Fibonacci untuk sekian lama, terasa seperti ditumbuk-tumbuk terus. Komposisi sempurna katanya, yang jelas bukan untuk punggung kalau Aster pikir-pikir lagi. 

Melihat tangga di depannya, tangga yang terkenal akan ukuran tidak ergonomis, membuat Aster menghela napas. Semua orang yang dia lewati setidaknya sekali menoleh ke arahnya.

 Aster tidak menyalahkan mereka, karena rambut kepangannya lebih berantakan dibanding biasanya. Membawa ransel besar, mukanya juga hampir tidak terlihat. Aster tidak tahu apakah dia yang membawa barang-barang ini atau sebaliknya. Ditambah lagi dia menggunakan banyak plester dan koyo. 

Dirinya baru saja mau berbalik untuk pergi ke lift yang berada di seberang sana ketika bertabrakan dengan seseorang. Dengan ajaibnya tidak ada satu barang pun yang jatuh tapi orang yang ditabraknya dan dirinya sendiri hampir jatuh. 

“Aduh, maafkan aku!” kata Aster yang sangat ingin membantu orang itu tapi tidak bisa karena barang-barangnya. Orang itu berputar balik. 

“Kak Edison?” ujar Aster saat dirinya sudah berhasil seimbang. Edison memperhatikan dirinya dari atas sampai bawah dengan matanya yang sudah berkantong. Aster terkekeh sedikit karena mereka serasi dalam hal itu.

“Banyak sekali yang kamu bawa,” ujar Edison. Aster baru saja mau menjelaskan ketika dia hampir kehilangan keseimbangannya. Barang-barangnya hampir berjatuhan, tapi beberapa langsung ditangkap oleh Edison. 

“Biar kubantu.”

Selain beberapa patung kecil yang dia buat Edison mengambil ransel besar yang dibawanya. Aster merasa kelegaan di punggungnya dan merentangkan badannya. 

“Terima kasih banyak Kak.”

Edison mengikuti Aster di sebelahnya. Aster melihat Edison terlihat lelah hari ini, biasanya dia terlihat rapih. Bukannya kali ini tidak rapih, tapi ada kesan yang agak berantakan yang tidak biasa dilihatnya dari Edison. 

“Mengapa tidak minta tolong ke seseorang?” Edison bertanya. Aster hanya mengangkat bahunya dan menghela napas dengan pasrah. 

“Teman-temanku pada kayak gini semua dan nggak enak kan minta tolong ke orang yang aku nggak kenal.” 

“Lain kali, kalau susah bawa barang, panggil saja, kalau aku bisa, pasti aku bantu,” jawab Edison. Aster menghadap Edison dengan cepat, menatap dengan mata yang seperti bersinar. Edison terlihat terkejut. 

“Ya, kalau Kakak nggak keberatan, bakal aku telpon kapan-kapan,” suara Aster sedikit merendah dengan muka datar yang mendekat ke Edison “,tapi siap-siap Kak, aku bakal telpon sering-sering,” 

“Mengapa aku punya perasaan alasan kamu bakal menelpon nggak cuman untuk minta bantuan,” kata Edison dengan senyuman kecil. 

“Memang iya Kak, dengan begitu aku bisa minta waktu Kakak kan?” jawab Aster dengan nada manis yang dibuat-buat. Mata Edison melebar sebelum dia tertawa kecil. 

Lihat selengkapnya