Setelah libur berakhir, semester 2 telah datang. Aster sekarang berdiri di dekat gerbang menunggu teman-temannya datang. Napasnya mengeluarkan embun di pagi hari ini. Aster menggosok-gosok tangannya agar hangat. Dirinya selalu lupa membawa sarung tangan padahal sedang musim salju. Aster tidak perlu menoleh untuk mengetahui ada orang yang berdiri di sebelahnya.
“Rasanya seperti sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?”
Edison memulai pembicaraan tapi saat Aster mau menjawab dirinya malah bersin. Tisu dalam tasnya langsung diambil untuk membersihkan ingus yang keluar. Untung saja tidak sedang menghadap muka Edison.
“Agak lelah, tapi secara garis besar baik-baik saja.”
Aster tahu Edison memperhatikan dirinya dengan teliti. Dia juga tahu Edison tidak percaya dengan kata-katanya. Pada dasarnya Aster memang pintar membaca orang, tapi tidak tahu sejak kapan Aster seperti bisa membaca pikiran Edison. Tentu saja itu merupakan hanya hiperbola, tapi sungguh dirinya semakin mengerti Edison
Edison tidak mengatakan apa-apa dan kembali melihat jam tangannya.
“Sayang sekali, aku ingin berbicara lebih tapi sepertinya sudah saatnya saya pergi. Sampai ketemu saat voli nanti.”
Edison seperti sudah mau melangkah maju saat Aster melambaikan tangannya. Namun, ketimbang pergi, Edison mengambil pergelangan tangan Aster. Jari bersarung tangannya memegang ujung jari Aster yang tidak memakai apa-apa.
Edison membuka sarung tangannya dan menaruhnya ke telapak Aster. Sebelum Aster bisa bereaksi, Edison berbalik dan berjalan pergi.
“Bagaimana denganmu?” teriak Aster dengan suara seraknya. Edison berhenti dan menoleh ke arah Aster.
“Aku dikenal sebagai orang yang bertangan hangat,“ Edison mengasih lihat tangannya yang kemerahan “,lagipula sebentar lagi aku masuk ruangan. Kamu masih menunggu kan?
“Baik, terima kasih Kak. Sampai ketemu di unit nanti.”
Aster melihat Edison memasukan tangannya ke saku jaket. Kemudian, lelaki itu berjalan semakin jauh ke luar kampus. Sepagi ini sempat ke kampus lalu pergi lagi keluar. Menyadari Edison terus melihat jamnya sepertinya dia ada keperluan pekerjaan. Mungkin juga keperluan yang mepet waktunya.
Aster sedang dalam proses memakai sarung tangan ketika mendengar panggilan Finley dan Amy yang berlari ke arahnya. Finley memberikan cat titipan Aster.
“Terima kasih banyak. Tanpa kalian apa jadinya diriku?” ucap Aster dengan dramatis.
“Bengong sepanjang studio,” jawab Amy secara datar.
“Atau keliling mengganggu kita,” jawab Finley.
Aster menepuk bahu mereka dengan main-main sambil tertawa kecil. Setelah itu dirinya mulai mendorong mereka.
“Ayo, kita nanti telat,”
“Buat apa buru-buru, paling-paling Pak William bakal telat lagi,” ucap Amy sambil menyingkirkan tangan Aster dari bahunya.
“Maaf Amy, aku setuju sama Aster. Mending cepat supaya bisa langsung mulai kerjain.”