Kucing Hitam di Fakultas

Adryan Idrus
Chapter #3

Bertemu si Hitam

“Hah? Masa iya? Keselip di rak buku kali Om, atau di sela-sela lemari, tadi soalnya emang sengaja gue lepasin dari kotak biar dia bisa bebas main di kamar lu” jawabku terkesiap medengar si kucing hitam hilang.

“Aduhh pantesan Mar. lu gak liat jendela kamar kebuka?” sahut si Om cemas

Aku tak menyadari bahwa jendela kamar si Om ternyata memang terbuka, lebih tepatnya tidak tertutup rapat karena aku juga baru ingat bahwa selot pengunci jendela kamar si Om memang tidak bisa mengunci.

“Yaudah Mar, yuk! bantu cari yuk! kayaknya sih ga bakal jauh itu si kucing” ajak si Om sambil sedikit terburu-buru.

Tiba-tiba Naya menghampiri kami sekaligus Dipo yang muncul dari ruang belakang dan mereka pun menanyakan apa yang telah terjadi. Aku menjelaskan pada mereka berdua kalau si kucing hitam hilang dari kamar si Om.

Lalu Naya dan Dipo pun akhirnya memutuskan untuk membantu aku dan si Om mencari si kucing hitam di sekitar warung burjo.

“Mang Maghrib tolong titip kafe sebentar ya” pinta si Om pada Mang Maghrib yang sedari tadi pun menyaksikan kami yang kebingungan akibat hilangnya si kucing hitam.

Mang Maghrib menjawabnya dengan mantap untuk menyerahkan urusan warung burjo ke tangannya.

Kami pun akhirnya bergegas mencari si kucing hitam di sekitar wilayah warung burjo si Om.

Aku, Naya, si Om dan Dipo akhirnya mencari ke sekitaran wilayah warung burjo si Om. Naya dan si Om sesekali bertanya pada orang-orang yang kami temui di jalan perihal si kucing hitam atau ciri-cirinya.

Kami menyebar ke segala penjuru, menengok kiri-kanan, depan-belakang bahkan atas-bawah. Mencari makhluk hitam berbulu dan berbuntut tersebut yang sekarang keberadaannya entah ke mana. Namun yang menjadi suatu keheranan tersendiri bagiku ialah kenapa si Om sangat khawatir dengan si kucing hitam ini? Dia hanya seekor kucing yang entah dari mana asal-usulnya bisa sampai di suatu fakultas kampus dan sekarang menjadi peliharaannya mulai dari hari ini.

Setelah sekitar sepuluh menit mencari tanpa hasil kami akhirnya memutuskan untuk berpencar. Aku bersama Naya dan si Om bersama Dipo.

Aku dan Naya masih tetap mencari di jalan kecil dan juga bangunan sekitar warung burjo si Om. Sesekali kami berpencar sedikit dari sisi satu ke sisi lain.

“Nay, gue periksa sebelah sini, tolong lu liat di sebelah sana ya” ucapku pada naya sambil memberikan instruksi

Ke mana pula si kucing ini? Sudah kubebaskan dari kandang dengan niat agar dirinya bisa leha-leha di Kasur yang ada di kamar si Om, ini malah ada acara menghilang seperti dedemit. Eh tunggu, makhluk itu kucing hitam kan? Apa jangan-jangan… ah pikiranku sudah mulai agak ngaco akibat berputar-putar mencari si kucing hitam ini.

Lima belas menit kemudian kami masih belum membuahkan hasil, aku dan Naya memutuskan beristirahat sejenak di pelataran teras kecil sebuah toko yang tutup.

“Mar, si Om Roman itu suka banget sama kucing ya?” tanya Naya sambil mengusapkan peluh di sekitar dahinya.

“Enggak juga Nay. Gue juga gatau kenapa si Om tiba-tiba mau melihara kucing”

“Om Roman lucu ya Mar?”

Seketika aku terheran padanya. Lucu? Om-om lucu? Justru menurutku yang lucu adalah dirinya, Om-om berkumis tebal dan sedikit gempal dibilang lucu? Iya sih lucu sebetulnya kalo di pikir-pikir, Om-om lucu hmm. Sumpah iya dah julukan “Om-om lucu” itu lumayan lucu hahaha.

“Mar, Maruunnn.” Naya menyergahku.

“Eh iya Nay?” jawabku sambil pasang muka bodoh.

“Orang diajak ngomong, gue liatin malah senyum-senyum sendiri lu. Ngelamun jorok lu ya? Hayoo ketauan lu.” Tuduhnya sambil meledekku.

“Iya gue ngelamun jorok, lagi ngebayangin Mang Maghrib jadi bintang iklan”

“Wah bintang iklan apaan emangnya yang jorok Mar?” tanya Naya polos

“Bintang iklan susu protein tinggi”

“Bagus dong itu perutnya berbentuk”

“Iya berbentuk Nay, tapi iklan susunya buat ibu hamil” jawabku sambil terkekeh dan Naya pun tertawa terbahak-bahak

“Ihh itu mah bukan iklan jorok, tapi horror” jawab Naya sambil masih tertawa.

“Lah iya juga ya”

Saat kami masih tertawa karena obrolan tidak jelas, tiba-tiba sorot mataku terhenti pada sebuah gang kecil yang berjarak sekitar 7 meter dari tempat kami beristirahat.

“Eh Nay. Kita belum meriksa gang itu ya?” potongku pada Naya yang masih sedikit terkekeh. Pandangannya pun akhirnya terhenti pada arah yang aku tunjukan padanya.

“Iya Mar, kita belum ke sana. Mau ke sana? Yuk!” ajak Naya

Aku meminta Naya untuk menunggu di teras toko dan biarkan diriku saja yang memeriksa gang kecil tersebut. Aku kemudian menuju gang tersebut dan Naya tetap menunggu di teras.

Aku berjalan melangkah ke gang tersebut dan mulai berjalan memasukinya. Gang tersebut bukan seperti gang biasanya, di sisi kanan dan kirinya ditumbuhi tumbuhan yang merambat dari sepanjang aku masuk sampai di ujung gang yang aku lihat dari sorot mataku. Sangat teduh di sini, ya memang di sini adalah jalan menuju perumahan yang jaraknya sedikit jauh dari warung burjo si Om. Di sini areanya cukup hijau mungkin para pemilik rumah di sini sangat menyukai tanaman jadi di sekitar gang pun sampai terasa asrinya.

Aku melangkah terus menuju ujung dari gang tersebut, saat sampai di ujungnya aku melihat sebuah taman bermain kecil dengan beberapa permainan seperti perosotan seluncur, ayunan dan permainan besi yang biasa dipanjat anak-anak yang entah sampai sekarang aku tak tahu apa namanya.

Aku baru tahu disekitar sini ada taman bermain kecil untuk anak-anak. Hmm mungkin lain kali akan aku ajak ponakanku ke sini. Suasananya nyaman di sini dengan beberapa pohon rindang yang mengelilingi sisi taman bermain kecil itu. Ada beberpa bangku taman dan juga beberapa bula lampu di setiap sudut area taman.

Pandanganku kemudian menyelisik area taman bermain tersebut dan kemudian terhenti pada sesosok perempuan dengan pakaian hitam yang tengah duduk di salah satu bangku taman.

Aku lihat ke arah perempuan tersebut berada dan dari tempatku berdiri aku perhatikan ada yang familiar dari perempuan yang mengenakan pakaian serba hitam itu. Aku mulai mendekat ke arahnya

Perempuan itu mengenakan dres lengan tiga perempat berwarna hitam. Aku meneruskan langkahku ke tempat perempuan itu duduk. Semakin mendekat aku perhatikan perempuan itu sangat anggun dengan rambut hitam terurai sepundak.

Lihat selengkapnya