Kucing Iblis

Yovinus
Chapter #6

06-Kucing Mengenakan Jam Tangan


Sekarang, keadaan di dalam mobil itu betul-betul sudah sangat panas. Sampai-sampai kening Pak Ceknang meneteskan keringat sebesar biji-biji jagung. Padahal AC-nya sudah disetel pada suhu paling dingin sejak tadi, tetapi sepertinya tidak berfungsi sama sekali.

"Lebih baik jendelanya dibuka saja...!" gerutu Pak Ceknang berbicara pada dirinya sendiri sambil menekan tombol power window mobilnya untuk membuka kedua jendela depan dan jendela belakang. Terasa sekali angin segar dan sejuk dari areal perkebunan itu berhembus masuk.

Mobil mereka kembali meluncur perlahan menyusuri jalan tanah kuning itu. Meskipun jalan itu masih berupa tanah, permukaannya rata dan lebar, karena Pak Ceknang sendiri yang mengaturnya agar seperti itu. Ia ingin agar areal perkebunan pribadinya menjadi tempat yang mengasyikkan dan membuat betah, bukan semata-mata hanya tempat usaha yang berorientasi uang.

Sesekali wheel traktor ataupun motor-motor para asisten lapangan perkebunan berpapasan dengan mobil mereka. Para karyawan itu mengangguk atau mengangkat tangan kala melihat mobil Pak Ceknang.

"Setan alas...!" maki pak Ceknang sambil mengerem mobilnya mendadak, sehingga tubuh Marulina, istrinya, terdorong ke depan. Untung saja ia tetap menggunakan sabuk pengaman, meskipun hanya berada di jalan perkebunan seperti ini.

"Kenapa, Pa?" tanya istrinya heran, padahal ia duduk di samping Pak Ceknang.

"Kucing melintas..."

"Tabrak saja, Pa...!"

Pak Ceknang tidak berkomentar. Ia sangat menyayangi binatang. Di samping itu, ia ingat, menabrak kucing bisa membawa sial, kata orang-orang.

Lelaki itu menginjak kopling, memindahkan persneling mobil ke gigi satu. Kemudian mobil dijalankan perlahan. Tanpa sengaja, matanya melirik ke arah kucing yang hampir ditabraknya tadi. Masih berdiri di pinggir jalan.

Bulunya hitam legam. Kucing itu memandang ke arahnya dengan mata berkilat-kilat, tampak marah. Dan, hampir saja pak Ceknang berteriak kaget. Sebab dilihatnya di kaki depan kucing itu melingkar sebuah jam tangan berwarna perak.

Tak mungkin, pikir pak Ceknang. Ia mengucek-ucek matanya dan mencoba melihat lagi ke arah tadi, tetapi kucing itu sudah lenyap.

"Ah!" Lagi-lagi pak Ceknang mendesah.

"Ada apa sih, Pa?" istrinya bertanya keheranan, mendengar desahan dan melihat tingkah laku suaminya yang seperti orang kebingungan itu.

"Tak ada apa-apa, Mam!" sahut Pak Ceknang.

Ia ragu mengatakan apa yang dilihatnya kepada istrinya. Sesuatu yang terasa mustahil. Padahal selama ini ia selalu terbuka pada istrinya. Tetapi entah mengapa, kali ini ia merasa seperti ada yang melarangnya untuk terlalu berterus terang.

"Mustahil!" protes istrinya. "Tadi Papa jelas sekali seperti orang yang sedang bingung atau keheranan."

"Sungguh, Mam. Saya baik-baik saja, kok," desahnya, berusaha meyakinkan istrinya.

Lihat selengkapnya