Kucing Iblis

Yovinus
Chapter #7

07-Diintai Pembunuh Misterius


Subuh itu, Gernis berolahraga pagi dengan mengayuh sepedanya keluar-masuk jalan blok perkebunan karet milik ayahnya. Tiba-tiba, nalurinya memperingatkan bahwa ada seseorang yang sedang menguntitnya.

Namun, Gernis berusaha bersikap seolah tidak mengetahuinya. Dari sudut matanya, ia melihat seorang laki-laki berpakaian cokelat sedang mengayuh sepeda mini di belakangnya.

Gerak-geriknya sungguh mencurigakan. Kalau Gernis mengayuh sepedanya dengan cepat, lelaki itu pun mempercepat sepedanya. Tapi kalau Gernis memperlambat sepedanya, laki-laki itu juga memperlambat sepedanya. Gernis jadi berdebar.

Tiba-tiba, ia baru menyadari bahwa dirinya sudah terlalu jauh dari rumah, dan keadaan jalan blok perkebunan itu masih agak gelap.

Menyesal, ia tidak mengindahkan peringatan ayahnya. Setidaknya, tadi ia mengajak Edeng. Namun, sebagai seorang gadis yang sudah dewasa, Gernis mencoba untuk membuang kecemasannya.

Ia berusaha bersikap setenang mungkin. Tapi dalam hati, ia berdoa, semoga saja ada orang yang keluar.

Bagaikan menjawab doanya, tiba-tiba dari dalam jalan blok yang lain, muncul dua orang yang hendak menyadap karet. Gernis lalu menuju ke arah dua orang itu dan menegur mereka.

"Mau menyadap karet, Mbak?" sapa Gernis sambil turun dari sepedanya dan menyeretnya di samping kedua wanita itu.

"Eh, Non Gernis," kata mereka ketika melihat siapa yang bertanya.

"Olahraga pagi, Non?"

"Ya, Mbak..."

"Jangan keluar subuh sendirian begini, Non. Bahaya!" kata kedua orang itu mencoba memperingatkannya.

Terlambat, aku malahan sedang diintai orang sekarang, pikir Gernis. Tapi ia tidak mau menceritakannya kepada kedua orang itu.

"Yang lainnya ke mana, Mbak?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

"Mereka menyadap di blok yang lain, Non," jawab wanita yang satunya.

Sambil berjalan, mereka berbicara panjang lebar. Beberapa lama kemudian, Gernis menoleh ke belakang. Ternyata si penguntit sudah tidak kelihatan lagi.

"Maaf, Non. Kami mau menuju ke blok 93N," kata kedua wanita itu sambil menunjuk ke arah sebelah kiri, di mana ditanami karet unggul jenis PB dari Malaysia.

"Ya, deh, Mbak. Saya juga mau pulang...!" kata Gernis.

Gernis lalu mengayuh sepedanya pulang ke rumah dengan sekuat tenaganya, sehingga sepeda kumbangnya seperti melayang saja, saking cepatnya.

Sesampainya di rumah, napasnya sudah ngos-ngosan. Ia lihat Edeng sedang berlari-lari kecil di halaman rumah mereka. Gernis langsung menceritakan pengalamannya kepada Edeng.

Edeng mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Siapa pun orang itu, pasti dia mempunyai maksud tertentu terhadapmu..."

"Rasanya aku pernah melihatnya," desah Gernis lirih sambil mencoba mengingat-ingat.

"Kamu yakin kalau dia tidak tahu kamu mengarah ke rumah?"

"Entahlah," desah Gernis lagi. "Tapi terakhir tadi aku betul-betul tidak melihatnya lagi."

"Lain kali jangan keluar subuh sendirian. Apalagi sekarang suasana sedang tidak tenang. Kalau terpaksa keluar, kan bisa mengajak saya," kata Edeng menawarkan diri.

Entah mengapa, Edeng merasa wajib melindungi gadis ini.

"Ngapain dikawal segala. Lagi pula Mas Edeng kan sedang sibuk membuat laporan bulanan. Gernis jadi nggak enak dong..."

Lihat selengkapnya