Kucing Iblis

Yovinus
Chapter #12

12-Tumpukan Kepala Ayam Mati Di Kamar Gernis

 

Keduanya kembali ke pos jaga dan mengambil karpet plastik, lalu menutup mayat telanjang itu. Kemudian keduanya menekan tombol sirene, sehingga bunyi sirene yang keras membelah kesunyian malam dan membuat para karyawan perkebunan karet serta para penduduk yang ada di dekat perkebunan itu jadi terbangun.

Lalu kawasan itu menjadi gempar. Banyak karyawan perkebunan dan penduduk yang keluar rumah. Mereka ramai-ramai menuju ke arah gardu jaga, di mana Tong Sudin dan Soparong menunggu di tempat itu.

Pak Ceknang dan Edeng tiba bersamaan.

“Ada apa?” tanya Pak Ceknang.

“Pembunuhan, Pak!” jawab Soparong dan Tong Sudin hampir serempak.

Pak Ceknang terkejut.

“Astaga, di mana?” tanyanya panik, matanya menyapu sekitar dengan waspada.

“Itu, yang ditutupi dengan karpet di sana itu!”

“Ditutupi dengan karpet? Mengapa?”

“Ya, Pak. Sebab mayitnya telanjang!” kata Tong Sudin.

“Mayit lagi, mayat!” bisik Soparong sambil memelototi kawan jaganya.

“Ah, sudahlah, jangan bertengkar!” tegur Pak Ceknang menengahi. “Bagaimana kau tahu itu pembunuhan?”

“Dadanya berlubang dan berdarah. Dan, maaf, kemaluannya juga mengeluarkan darah...!” ujar Soparong menjelaskan.

“Iiiih. Jenis kematian yang sama,” tukas Pak Ceknang kaget. “Kalau begitu, antar kami ke sana...!”

Para pekerja dan beberapa orang penduduk yang berdatangan itu mengikuti langkah Pak Ceknang dan kedua satpam perkebunan. Mereka menuju ke tempat wanita tadi tergelatak.

Setelah sampai di sana, karena yang hadir itu orang tua semua, kedua satpam itu membuka karpet penutup mayat. Tetapi Pak Ceknang memerintahkan untuk cepat menutupnya kembali. Kasihan mayat itu.

Lama mereka tertegun di hadapan mayat yang sudah ditutupi itu. Mereka masih teringat gambarannya tadi, dia adalah seorang perempuan yang masih begitu muda. Wajahnya kelihatan seperti orang yang sangat ketakutan dan kengerian.

Angin malam bertiup kencang, sehingga pakaian mereka berkibar-kibar. Angin yang mengandung hawa iblis itu membuat mereka yang ada di situ bergidik. Tiba-tiba, dari jauh terdengar suara tertawa kuntilanak yang menyeramkan. Para pekerja dan penduduk itu saling memandang.

“Bagaimana, Pak...?”

“Sebaiknya kalian berdua segera menghubungi polisi!”

Dengan pesawat HT yang dimilikinya, kedua satpam perusahaan segera menghubungi polisi di kecamatan. Sementara itu, Pak Ceknang, dengan wajah tegang, mengajak para pekerja dan penduduk berjaga serta memeriksa sekitar perkebunan.

Sementara itu, Gernis pulang lebih dulu karena ingin mandi. Ia melangkah cepat di lorong rumah ayahnya yang sunyi. Lampu-lampu redup berkedip, seolah bernapas dalam gelap. Angin berdesir membawa aroma amis.

Sesampainya di kamar, ia membuka pintu perlahan, mencium aroma lembap yang tidak biasa. Tak ada suara, tapi jantungnya berdegup aneh.

Lihat selengkapnya