Kucing Iblis

Yovinus
Chapter #15

15-Perangkap Birahi Said dan Marulina

        

Jauh di bagian perkebunan karet yang paling ujung, dekat sebuah hutan rimba yang masih sangat lebat, Marulina dan Said sedang mandi bersama di sebuah sungai kecil tapi airnya cukup dalam, di tepi hutan dekat pondok cinta mereka.

Perempuan muda yang cantik dan menggairahkan itu tertawa manja di dalam pelukan Said. Tempat itu memang jarang dikunjungi orang. Selain jauh, juga karena tanaman karetnya masih baru, berusia sekitar enam bulan. Lagi pula karena penduduk Pulau Kalimantan ini masih sedikit, sangat jarang orang yang pergi ke situ.

“Kamu bohongi apa lagi bandot tua itu?” desis Said sambil tertawa. Ia mencium bibir tipis yang basah itu.

“Yah, biasa...”

“Biasa apa?”

“Mau mengunjungi keluarga...”

“Mengunjungi keluarga kok mandi bersama lelaki?”

“Ya dong, kan lebih enak mandi bersama kekasih!”

“Si tua itu tidak mampu memuaskanmu?”

“Dia tidak seperkasa kamu!”

Kedua pasangan kekasih itu mandi bersama di sebuah sungai yang airnya sangat jernih. Mereka timbul tenggelam di permukaan air sungai yang begitu bersih karena di sebelah hulunya belum didiami oleh manusia.

Beberapa saat kemudian keduanya terengah-engah kelelahan.

“Said.”

“Ya...?”

“Aku semakin takut sekarang. Akibatnya terlalu mengerikan buatku. Aku takut dan ngeri dengan segala teror ini.”

“Lho, yang melakukannya bukan kamu, toh?”

“Ya, tapi aku takut.”

“Kan kamu sendiri yang minta.”

“Tapi, kematian-kematian itu?”

“Itu agar polisi mengira Pak Ceknang yang melakukannya, sehingga dia bisa ditangkap. Agar keluarga korban akan menuntutnya, malahan bisa-bisa mereka membunuhnya.”

“Aku lebih suka dia segera disingkirkan secara halus saja.”

“Jangan khawatir. Aku akan membantumu. Bukankah sudah sejak awal itu niatmu? Agar kita bisa menikah secara resmi?”

“Tapi pengorbanan ini terlalu berat bagiku...!”

“Kau pikir aku tidak berkorban?”

“Berkorban apa?”

“Ya, perasaan. Milikku dijamah orang lain...”

“Kan tidak habis...”

“Tapi tetap saja dipakai bandot tua itu...”

“Tak apa-apa. Demi suatu cita-cita,” desis Marulina.

“Yeah, tapi mestikah aku berpuasa terus?”

“Kamu kan bisa mencari gadis-gadis karyawan di sini untuk memuaskanmu sementara...”

“Tapi aku sangat mencintaimu...” desah lelaki itu.

Padahal di luar, dia siap menerkam siapa saja wanita yang menarik perhatiannya.

“Tak apa-apa. Sebab kamu bisa sakit jika kebutuhanmu tidak disalurkan. Toh hal itu tidak merubah perasaan kita. Aku kasihan melihatmu menderita karena aku sangat mencintaimu. Lagi pula, kapan hal ini akan berakhir?”

“Bagaimana jika kudapatkan Gernis?”

“Lebih baik jangan!”

“Mengapa?”

“Masa aku berhubungan dengan ayahnya lalu kamu begituan dengan anaknya?” ujar wanita itu protes dan sedikit cemburu. “Nggak lucu, kan?”

“Tapi dia cantik...”

“Kumohon, jangan dia. Kan masih banyak wanita cantik di perkebunan ini,” kata Marulina getir.

“Baiklah,” desah Said.

Lihat selengkapnya