“Hhhuuuhhh... Hhhuuuhhh... Hhhuuuhhh...” terdengar sebuah erangan sebuah makhluk, tetapi wujudnya tidak tampak.
“Sakit. Sakit. Sakit.”
Setelah beberapa lama, tiba-tiba,
… Flasshhh ...
Makhluk berwarna hijau tadi hadir kembali di depan mereka berdua.
"Bunuhlah aku. Jangan siksa aku seperti ini," kata makhluk raksasa itu.
Keadaannya sungguh mengerikan. Tubuhnya hangus oleh pukulan Tinju Halilintar tingkat kelima. Apalagi pukulan ini disertai dengan jurus pukulan Tikam Jantung, sehingga jantung makhluk itu sudah putus di dalam.
Gernis yang berada di samping Edeng bisa melihat, jika makhluk itu dalam keadaan sekarat.
"Jangan biarkan aku merana seperti ini, anak muda."
"Aku bisa membantumu. Tapi kamu harus menceritakan tentang dukun sesat itu!"
"Ya, tolonglah aku..."
"Menyesal menjadi pembantu dukun iblis itu?" tanya Edeng.
"Bukan kehendakku. Aku ditaklukkan olehnya!"
"Hemm, kamu tidak mungkin hidup lagi, karena jantungmu sudah kuputuskan. Masih adakah makhluk lain yang membantu dukun iblis itu?"
"Tidak ada lagi. Mereka pada berlarian terkena air kencing anak perawan! Cuma..."
Gernis dan Edeng terkesiap. Pantas makhluk-makhluk halus tadi berusaha menggagalkan Gernis kencing. Jadi itu rupanya kelemahan mereka.
"Cuma apa?"
"Kamu tidak bisa membunuh dukun itu, kalau tidak mengetahui kelemahannya..!"
"Apa kelemahannya?"
"Dukun itu menganut ilmu kuno dari suku Dayak Dohoi Uut Danum. Dia sudah bisa menyimpan nyawa cadangannya di dalam Sullob Hasong. Jadi kalau Sullob Hasong-nya belum dipecahkan, dia belum bisa mati."
"Di mana dia menyimpannya?"
"Kalau aku tahu, berarti aku bisa mengalahkan dukun itu!" ujar makhluk itu dalam keadaan sangat menderita.
Edeng mengangguk mengerti. Karena Sullob Hasong selalu disimpan di tempat yang aman dan tidak diketahui oleh orang lain. Edeng lalu menatap makhluk itu kembali. Terbersit juga rasa ibanya melihat makhluk itu sudah antara hidup dan mati.
"Bersiaplah, aku akan membantumu...!"
Anak muda itu berkonsentrasi sebentar, kemudian secara tiba-tiba dia mengayunkan tangannya ke arah makhluk itu. Dari kedua telapak tangannya meluncur dua cahaya yang berbeda. Satu berwarna putih, sedangkan satunya berwarna kebiruan.
Sungguh luar biasa, makhluk raksasa itu tidak sempat menjerit. Karena tubuhnya hangus seketika dan berubah jadi asap tebal. Setelah asap itu menghilang, tiba-tiba di bekas makhluk raksasa itu tergeletak seekor Joui Junan, yaitu kodok dari jenis yang paling besar.
Kodok itu sudah mati dengan tubuh remuk.
"Ternyata hanya jelmaan seekor kodok!" desis Gernis. "Kok bisa jadi sebesar itu, ya?" katanya bergumam tidak habis pikir.
"Bagi orang yang memiliki ilmu iblis, binatang apa saja bisa diubahnya," kata Edeng seraya menarik napas panjang. Ia menyusut keringatnya.
Sementara itu, tanpa sadar, Gernis kembali memegang tangan Edeng. Ada kesejukan mengalir di dalam dada laki-laki itu. Sesuatu yang sulit digambarkan maknanya.
Betapapun sebetulnya sudah lama ia merasakan getar di dadanya. Akan tetapi, alangkah sulitnya mengungkapkan kata hati itu. Ia menyadari dirinya hanyalah seorang anak yatim piatu. Bagaimana mungkin ia berani mengatakan cintanya kepada gadis itu?
"Kamu jangan ke mana-mana!"
"Ada apa, Mas?"
"Aku akan mencari tempat penyimpanan Sullob Hasong itu!"
"Ke mana mencarinya?"
"Entahlah, akan kucoba!"