Senja Merah.
Ghea bersama Rama kembali bertemu kesekian kalinya -wajah pria di depannya terlihat secara samar menanggung seribu penderitaan di dalam lipat kulit wajahnya yang ajaibnya, justru membuatnya tampak bijaksana dan kokoh.
Saat ini, Rama dan Ghea duduk di sebuah café untuk secangkir kopi dan ditemani setumpuk buku-buku cerita yang baru Rama beli. Ghea membersamainya seusai jam kuliah.
Setali tiga uang, Rama menenggelamkan diri ke dalam lembaran-lembaran cerita fiksi penulis favoritenya untuk melupakan dirinya yang nyatanya meski tinggal di rumah mewah tapi bak terjerumus dalam api neraka karena tabiat Papanya yang suka KDRT terhadap Mamanya.
Papanya tidak segan melukai Rama bila ia berani melindungi Mamanya dari amukan amarahnya. Pematik amarah itu bisa karena kalah judi online, taruhan sepak bola, mabuk atau karena ketahuan selingkuh. Yang terakhir sudah menjadi tabiat terburuk Papanya yang doyan selingkuh dengan daun muda akhir-akhir ini.
Rama mulai bercerita tentang hari-hari berat dan payah di keluarga yang kata banyak orang ,_ rumah adalah tempat pulang yang paling indah dan penuh kehangatan. Home sweet home.
Mendengar kisah Rama, Ghea menjadi merasa malu dan tampak rapuh di hadapan cowok itu. Rama tertawa getir dan mengangkat cangkir kopi tanpa gulanya. Terlanjur terpesona dengan kisahnya, Ghea bertanya pada Rama perihal kekuatan hati cowok itu melewati semua dengan cinta. Rama tertawa.
"Kejahatan perundungan, KDRT, kekerasan seksual memiliki realitas menjajah mental dengan jejak dan trauma sepanjang usia, bisa jadi. Pikirkanlah cinta sebagai keadaan rahmat, bukan sarana untuk apa pun, tapi sebagai alfa dan omega. Sebuah akhir dengan sendirinya." Kata Rama dalam remang kabut asap kopi yang menguar di selebar mulut bibir gelas yang perlahan berada mencium bibir tipisnya.
Untuk beberapa detik Ghea tertegun dan mencoba mencerna semua kalimatnya yang rasanya tak asing baginya. Ghea mencoba mengamati wajah Rama secara seksama dan mengingat sebuah nama dan sebuah buku yang pernah dikirimkan seseorang padanya di masa lalu. Love in theTime of Cholera. Gabriel Gracia Marquez. Iya, Ghea seolah tak percaya dan mencoba mengamatinya sekali lagi lebih seksama.
Tapi kenyataannya Ghea merasakan dejavu saat ini. Rama, wajah melankolis yang teguh itu menatap serius sebuah batu nisan."Iya, dia mirip Reza, kekasihku di masa putih abu-abu yang kecelakaan dan meninggal di area balap ketika sedang latihan," Batin Ghea.
Dalam beberapa detik kemudian Ghea kaget bukan kepalang. Ghea ditakdirkan kembali jatuh cinta dengan lelaki yang mirip kekasihnya dulu. Ah!Secepat itukah perasaan itu datang. Reza adalah lelaki kesekian kalinya semenjak puber melanda dirinya. Paras Ghea ynag cantik memang begitu mudah membuat lelaki jatuh cinta kepada dirinya sekaligus mudah sekali membuat para lelaki yang memujanya patah hati.
Mungkin, benar apa yang dikatakan Eka Kurniawan di bukunya Cantik itu Luka. Ghea tersenyum sinis. Entah untuk siapa. Mungkin untuk para mantannya yang kurang beruntung di setiap episode kisah narasi percintaannya.
Pada saat ini, hitungan waktu telah sirna dalam diri Ghea, sehingga cewek itu tak mampu menandai setiap persinggahan. Tapi Ghea mulai menjelajahi teks-teks tanpa rasa lelah dengan sayap-sayap perasaan untuk menyamai Rama menyelami lautan kata-kata di manapun dan kapanpun.
Begitulah kedekatan itu terjalin. Webtoon Rama yang menjadi langganan mengisi laman sebuah media platform menulis begitu menarik perhatian Ghea untuk mengikuti setiap unggahan bab terbarunya.
Webtoon Rama menjadi sesuatu yang Ghea tandai sebagai karya paling special dari karya lainnya. Kepiawaiannya dalam melukis dan membuat cerita webtoon telah membuat hati Ghea takluk, sepenuhnya cewek itu telah jatuh hati kepada lelaki pengagum Picasso itu.
Tapi, Rama yang dingin sepertinya belum menyadari perhatian lebih dari lawan jenisnya kali ini.