Kuda Jantan Dan Pelukis Kesepian

Bisma Lucky Narendra
Chapter #9

Waktu yang Salah


"Tak perlu terburu-buru dalam hidup ini, karena semua ada waktunya." (Dari lagu "Waktu Yang Salah - Fiersa Besari")


***

Langit senja berpayung hitam pekat. Sesekali cahaya kilat nampak seolah hendak membelah angkasa raya disusul gemuruh guntur yang menggetarkan semesta dan seisinya.

Hujan turun dengan lebatnya saat Melanie baru saja menginjakkan kakinya di depan pintu masuk perpustakaan. Setelah merapikan pakaiannya dari percikan air hujan yang membuat bajunya sedikit basah, perempuan blesteran cina-jawa itu menyelonong masuk begitu saja tanpa mengucapkan salam.

Di meja kerjanya petugas perpustakaan duduk termangu nyaris tak melakukan apa pun. Pustakawan itu rupanya takjub dengan rinai hujan yang tengah mencuci wajah semesta. Ia sama sekali tidak peduli kehadiran Melanie. Barangkali penjaga perpustakaan kelewat bosan melihat perempuan muda itu hampir seminggu ini begitu rajin mengunjungi perpustakaan sampai ia hafal nama panjangnya: Melanie Putri Felycia.

Setelah menulis namanya di buku daftar pengunjung, segera saja Melanie bergegas naik ke atas tangga menuju ruangan favoritnya di lantai paling atas. Petugas perpustakaan hanya garuk-garuk kepalanya melihat Melanie begitu bersemangat menaiki tangga. Tidak ada orang yang mau bersusah-susah menghabiskan banyak tenaganya melewati liak-liuk anak tangga hanya demi sebuah buku sastra kuno, pikirnya.

Apa yang dipikirkan petugas perpustakaan benar adanya. Tidak ada buku berharga di ruangan itu selain buku karya sastra kuno lapuk, semacam Pram, Chairil Anwar, WS Rendra, NH Dini, Abdul Muis, STA, Merari Siregar, Marah Roesli, Armijn Pane, Djamaluddin Adinegoro, Asrul Sani dan masih banyak lagi karya sastra dari angkatan 45 yang jarang disentuh tangan manusia, kecuali Melanie dan seorang pemuda yang sedari Ashar tadi sudah mengisi namanya di buku pengunjung. Ia masih ingat ucapan pemuda itu yang menurutnya kelewat ganjil.

"Rindu, pada satu waktu, memang akhirnya akan jadi lega. Aku tahu, cinta tak harus memiliki. Tapi aku juga tahu, rindu akan selalu ada, bahkan setelah kita melepaskan.” kata pemuda itu mengutip ucapan Fiersa Besari, setiap kali sebelum naik ke ruangan yang pengap dan gelap seperti Gua Hira. Entah diperuntukan kepada siapa? Mungkin kepada buku-buku sastra dari penulis favoritnya. Pustakawan paruh baya itu hanya bisa diam dan mengamati pria flamboyan itu.

Tidak lama kemudian, Melanie tiba di ruangan yang pengap nan gelap. Di ruangan sepi itu seorang lelaki sudah menunggunya dengan jantung penuh debar.

“Apa kabar, Sayang. Maaf hujan menahanku lebih lama di kamar tidurku,” kata Melanie sambil mengatur napasnya yang tak beraturan.

Rona bahagia terpancar di wajah Melanie demi melihat lelaki yang begitu penuh pesona ; terlihat lebih tampan dan seksi sore itu dengan kegiatannya membaca buku-buku sastra kuno. Lelaki itu tengah membaca novel 'Darah Muda-Djamaludin Adinegoro'.

Lelaki itu menutup novelnya lalu menyambut hangat kedatangan kekasihnya seraya berujar ;

“Jangan biarkan alam menghalangi pertemuan kita setelah dua minggu lamanya ini kita pupuk rasa rindu ini, tidak ingin sepekan yang terisisa ini kita luput menyiramnya dengan penuh kasih sayang” balas Bisma sebelum memeluk dan memagut bibir Melanie, kekasihnya.

Lihat selengkapnya