Kuda Jantan Dan Pelukis Kesepian

Bisma Lucky Narendra
Chapter #21

Perayaan Mati Rasa

"Wajah ketakutan dan kegelisahan manusia saat ini adalah kesepian. Wajah kebahagiaan manusia saat ini adalah pengakuan dan penghargaan diri. Wajah kesedihan manusia saat ini adalah pengkhianatan." - Melanie

***

Melanie duduk di sofa tamu rumahnya dengan wajah tegang. Di depannya, Barra, pengacaranya sekaligus sahabat karibnya sewaktu kuliah dulu, sedang menyusun beberapa dokumen yang akan digunakan dalam upaya mereka memenangkan gugatan cerai Melanie di persidangan minggu depan.

Mereka baru saja selesai melakukan simulasi kesaksian Ghea atas perlakuan tidak menyenangkan Damar ke Melanie, juga mengumpulkan bukti-bukti pertengkaran dan tindakan KDRT yang acap kali terjadi menimpa rumah tangga Melanie.

Bisma duduk di sebelah Melanie dengan tatapan serius memperhatikan dan mendengarkan kesaksian Ghea dan segala arahan dari Barra.

“Coba lo ingat-ingat, Ghea, pernyataan atau ancaman apa yang pernah dilontarkan Papamu ke Mamamu yang sekiranya bisa jadi bukti adanya kecenderungan Damar memiliki niat jahat ke kalian,” ujar Barra sambil menatap Ghea serius.

Ghea memeras otak sejenak, hingga akhirnya teringat sesuatu dan memberi isyarat Barra untuk menyalakan alat rekam. Ghea pun kemudian menyampaikan, “ Suatu pagi, pas gue mau berangkat kuliah, Kalina, selingkuhan Papa sempat bilang dengan nada sinis, ‘Lo tahu enggak, kalau gue bisa usir lo dari sini? Soalnya, rumah ini bakal jadi punya gue.’ Gue enggak tahu kenapa dia kepikiran begitu. Apa Papa telah janji kasih rumah ini ke dia? Papa yang waktu itu berada di sebelah Kalina hanya diam saja, tidak menjawab pertanyaan dariku. Diamnya papa seolah membenarkan perkataan Kalina.”

"Lalu, selain itu, dengan mata kepala gue, Papa melakukan pemukulan dan kekerasan fisik lainya seperti menendang dan menampar bahkan Kalina turut juga menganiaya Mama dengan menjambak rambut dan mencakar wajah Mama. Itu semua terjadi pada suatu pertengkaran di malam hari karena Mama menolak Papa membawa Kalina tidur di kamar pribadi mereka sementara. Mama di usir dari kamarnya sendiri oleh Papa untuk tidur menempati kamar tamu. Papa waktu itu dibawah pengaruh alkohol karena mabuk sepulang dugem dengan Kalina. Perempuan jalang itu!" Ghea mengucapkan kesaksian itu penuh emosional.

Barra mematikan perekam sambil mengangkat kedua bahu dan menimpali, “Ok! Kesaksian sudah cukup kuat. Kita tunggal mencari bukti otentik atas kejadian itu.”

“Iya. semoga kesaksian Ghea membawa kemenangan kita,” cetus Melanie, “Eh, bakal menang enggak sih, gue? Lo yakin bukti-bukti ini cukup? Gue merasa aneh aja terusir dari rumah sendiri begini karena enggak aman walaupun sejujurnya kalo gugatan cerai gue dikabulkan, aku juga tidak ingin rumah ini jatuh ke gue saat pembagian harta gono gjni. Terlalu banyak kenangan menyakitkan dan meninggalkan traumatis dari setiap sudut ruangan rumah ini bagi gue,” Bisma menggenggam tangan Melanie dengan posesif.

“Kita nanti juga bisa minta kesaksian Pak Parjo dan Bu Surti nanti soal perilaku buruk Damar selama ini ke lo. Hasil tes visum dokter yang loe simpan selama ini juga sudah gue pegang. Kita sudah punya bukti banyak dan otentik atas perilaku kasar Damar terhadap loe, kita bakal menang, sih,” ungkap Barra optimis. Bisma semakin mengengam erat tanggan Melanie, menguatkan.

Melanie dan Ghea saling berpandangan dan mengangguk-angguk. “Gue panggil Bu Surti dan Pak Parjo dulu, kita buat simulasi kesaksian mereka saat ini juga,” celetuk Melanie tidak sabar.

“ Setuju. Kita siapkan semua bukti-bukti dengan lengkap, akurat dan otentik.” Bisma mengutarakan pendapatnya dengan tegas.

Barra mengangguk paham.

Lihat selengkapnya