" Kehidupan adalah serupa halte ; menyaksikan kepergian , menyambut kedatangan. Tak ada yang abadi. datang dan pergi silih berganti, persis pacar sebagai simbol status dalam pergaulan remaja yang rawan putus nyambung. "
***
Mendadak Sandra tercenung di depan sebuah cermin besar di dalam kamarnya.
Mungkin memang begini ini adanya, cinta tidak membebaskan. Pikirnya. Ada saat tatkala kata terasa sia-sia.
Sandra terkenang suatu masa, banyak teman perempuannya yang cantik - cantik yang terlibat ekskul teater di sekolahnya berlomba mendekati dan ingin menggeser posisinya sebagai ratu di hati Lesmana. Berbagai cara mereka lakukan untu bisa mencuri perhatian Sang ketua teater dan penyair muda cerdas yang mewarisi bakat Chairil Anwar dengan ketampanan WS Rendra di masa muda itu. Tapi, cinta Lesmana seteguh karang untuknya.
Di malam pentas seni saat perpisahan, Sandra adalah bintang pentas yang mampu membuat semua mata tertuju kepadanya dengan rasa takjub dan kagum sekaligus iri. Sandra gadis dengan riasan badut di wajah lengkap dengan topeng malangan mampu memikat tatapan mata elang Lesmana menatapnya sepanjang Sandra menari. Bukan tatapan birahi atas lekukan badannya yang terlihat ketika Sandra begitu gemulai dalam menari. Melainkan, sebuah tatapan jatuh cinta yang semakin menjadi. Sandra sangat bahagia mengetahui itu. Sandra merasa menjadi gadis yang paling beruntung malam itu.
Tapi sekarang...
Sandra ingin mencurahkan ganjalan hatinya ke Lesmana, namun cewek itu belum merasa cukup keberanian mengungkapnya. Hari ini Sabtu malam. Namun entah kemana gairah itu. Berat langkah kakinya keluar kamar untuk segera menemui Sang Pangeran Lesmana yang sudah lama menunggunya di ruang tamu. Tidak seperti biasanya.
Persis seperti nonton film laga, keduanya nampak tegang menonton salah satu adegan puncak. Bedcover yang sengaja dipindahkan dari dalam kamar ke ruang tamu, untuk sekedar menjadi tempat bagi mereka untuk saling bermanja-manja sembari menikmati movie night tak mampu menghadirkan kehangatan di antara mereka. Beberapa camilan kering dan softdrink rasa kola tidak tersentuh sama sekali.
Mata Sandra menatap ke layar TV Plasma yang terhubung dengan saluran TV Film, memutar film kesayangan mereka; James Bond 007. Lebih tepatnya film itu kesukaan Lesmana. Namun hati cewek itu tidak merasa tenang, wajahnya gelisah. Kepala Sandra menyusup di antara leher dan dagu Lesmana. Rebah di dada cowok itu. Namun, tetap tidak merubah gesture gelisah cewek itu. Sepertinya Lesmana juga tahu dan merasakan kegelisahan ceweknya itu. Setoples kecil popcorn yang tadi hangat dibiarkan dingin begitu saja tanpa mereka jamah sedikitpun.
"Tidakah kamu menyakiti diriku saat ini dengan menempatkanku demikian, Lesmana? Siapa yang jahat di sini, Lesmana? Jahatkah aku yang mencintaimu dengan sungguh, sepenuh hati? Atau rasa cemburu ini yang terlalu memperdayaku dan melumpuhkan rasa cintaku kepadamu?" Suara batin Sandra.
"Kurang aku pahami. Atau aku yang terlalu berambisi dalam hubungan ini. Aku tidak sedang menjalin kasih, tapi aku tengah menaruh kasih kepada sosok pangeran. Pangeran yang teristimewa yang mampu meluapkan emosi rasa sayang dan cintaku. Aku ingin menjalin kasih. Kasih yang sepenuhnya dari hati. Tapi kenapa semenjak dia muncul, aku merasakan pangeranku menyimpan rahasia hati''
"Wahai engkau Pangeran, lihatlah aku terpaku dan lesu diantara hubungan yang rumit ini. Bukan hanya sekedar aku yang ingin menjadikanmu kekasih. Lihatlah di seberang sana, lihatlah! Ada Karin, perempuan lain yang tengah menunggumu pula. Namun, semoga saja pikiranku salah menafsirkan kehadirannya selalu di sisimu, bila aku tidak ada di sampingmu''
Memang akhir - akhir ini Karin bermain ke markas teater 'Garuda' atau mengunjungi studio lukis Lesmana yang frekuensinya terlalu sering. Sandra mendapat info semua itu dari Igo, tetangga Lesmana yang rumahnya lima rumah dari kediaman kekasihnya itu.
Sandra juga mendapatkan bukti kebenaran semua itu dengan menyaksikan kedekatan Karin dan Lesmana dengan mata kepalanya sendiri.
Waktu itu Sandra bermaksud mengunjungi studio lukis Lesmana untuk memberikan kejutan dengan memamerkan cup cake hasil buatannya sendiri.
Bahkan dirinya sudah ke studio. Di ujung jalan mendekati studio, mobil Ia berhentikan mendadak. Bagi yang melihatnya pasti akan bisa melihat ada sebuah mobil yang berhenti dengan aneh. Selain posisi berhentinya yang serampangan -antara mau belok atau tidak-mobil itupun sudah berhenti di sana lebih dari seperempat jam.
Ada Sandra di dalamnya, menatap dua pasang anak manusia, berdiam berdua di sebuah taman studio.
Gerimis kecil yang menjadi hujan, membuat Lesmana terlihat sibuk melepas jaket dan memayungkan di atas kepala mereka berdua. Lesmana sepertinya sampai lupa bahwa dirinya tadi mengirim BlackBerry messenger ke dirinya untuk meminta dijemput dan berangkat bersama ke teater untuk latihan persiapan pentas minggu depan. Namun, ternyata setelah disambangi Karin, cowok itu telah melupakan permintaannya.
"Apakah kamu merasakannya, Sandra?" Suara hati Lesmana.
"Maafkan aku, Sandra bila keganjilan-keganjilan perilakuku mulai tercium olehmu. Sudah terlihat tak wajar ya, semenjak kedatangan Karin."
"Meski aku sadar, bila benar apa yang aku rasakan saat ini. Itu artinya aku kalah. Aku jahat. Melukai cinta seorang gadis yang telah begitu tulus dalam mencintaiku dan menerimaku."
Nada getar seluler di saku kemeja mengagetkan Lesmana. BlackBerry messenger dari Karin. Mengajak menonton film midnight. Lesmana membalas singkat, " Ok."
"Sandra..."