Aku bagun lebih pagi, tidak- aku bahkan tidak bisa tidur sejak Alex mengantarku pulang dan kedua sahabatku memergoki dengan pikiran orang lainlah yang mengantarku.
Tak bisa tidur, aku meraih ponselku, men cahs baterai di ponselku yang ternyata telah habis sehabis-habisnya dan menemukan deretan massage di WhatsApp aplikasiku. Siapa lagi kalau bukan Candra.
Bawelan Candra memenuhi box pesan WhatsAppku.
Chef, dimana sih. Kita sudah nunggu sampe lumutan nih.
Ternyata cuma segini, ya, cinta Chef sama aku...hanya sebatas budak cintamu ehh budak di dapurmu...
Tega, ya, Chef.
Kangen steak.
Tanggung jawab, Chef kalau aku kenapa-kenapa karena ngidam Buffett ðŸ˜
Aku menghentikan membaca deretan massage Candra, sedikit menyesali diri karena melupakan Candra dan Chef Arno yang mengajakku makan steak.
Maaf, ya, kemarin ada urusan mendadak. Gue masakin sarapan, ya.
PING.
PING.
Balasan pesanku segara muncul. Hehehe ternyata aku tidak sendirian bergadang. Si kunyuk Candra masih belum tidur juga.
Nggak mau.
Ihhh, gak ada etika, aku mendumel kesal dalam hati. Dinaikin melunjak.
Ya, sudah bagus deh. Gue juga malas bercapek-capek ria.
PING
PING
Ya, ampun Candra dirayu dikit kek, Chef.
Jijik pacar enggak. Suami bukan. Minta dirayu? Eiuuu.
Gak sudi.
Jadi mau dimasakin nggak? Mau bobo nih kalau nggak mau.
PING
PING
Mau dong, Chef. Steak, ya.
Enak aja lu. Daging nggak ada di kulkas gue.
PING
Pelit.
Sekali lagi lu bilang pelit, nggak gue masakin.
Iya deh, Chef. Maaf. Mau dong dimasakin. Nasi kebuli, ya. Boleh, ya.
Hmm. Oke deh.