Alex masih menggugatku. Matanya menatap tajam dan penuh tanya, tidak pernah dia memandangku seintens ini, tapi tentu saja aku tak punya jawaban atas pertanyaannya.
Tetutet...telolet...
Suara nyaring dari balik pagar kawat lapangan basket itu terdengar. Suara tukang es krim jalanan yang tengah berkeliling.
"Ada es krim." Aku mengambil kesempatan itu untuk kabur dari pertanyaan Alex dan memanggil si penjual es krim yang tengah melintas di luar lapangan sana. Namun Alex menahanku. Kulirik tangannya yang menempel di lenganku. "Aku haus."
"Nggak minum es krim di resto saja?" tanyanya.
"Nggak. Kan hausnya sekarang, kok minum es krimnya nanti." Dia menipiskan bibirnya. Tersenyum. Senyuman yang kali ini teruntuk buatku. "Bapak mau?" tanyaku saat si Mas penjual es krim melambai dari balik kawat lapangan basket, memastikan aku jadi atau tidak membelinya.
"Kamu tunggu di sini, biar aku yang beli." Dia melangkah keluar dari lapangan bahkan sebelum aku sempat menolak.
"Dengan cone saja, Pak!" pintaku. Alex mengangguk. Aku memandangi punggung itu menjauh. Perhatiannya dan kedekatan ini...malah membuatku mulai berharap bisakah aku dan dia bersama?
"Dengan cone, Mas." Aku menatap dia yang tengah memesan es krim dari Mas penjual es krim. Sebentar saja penjual es krim itu telah menyerahkan es krim yang kupesan pada Alex. Alex menjilat es krim itu segera setelah Mas penjual es krim memberikan es itu padanya.
Dia meminta pada Mas penjual es krim, seporsi es krim lagi yang segera dibuat di penjual es krim dengan sigap. Lalu Alex membayar es krim itu.
"Sisanya buat Mas saja!" Aku mendengar dia berteriak sambil berlari kembali ke lapangan basket, tempatku menantinya dengan sabar.
Sementara si penjual es krim berlalu dengan ribuan terima kasih. Aku berlari menghampirinya bagai bocah kecil yang tak sabar mendapatkan oleh-oleh yang dijanjikan ibunya, tapi bukannya segera menyerahkan es krim itu, Alex memilih menggodaku dengan dua es krim itu.
"Pak Alex!" Aku mengejarnya, mencoba meraih salah satu es krim yang berada di tangannya, tapi dia malah mencoba terus menghindar. Akhirnya hal itu malah mengakibatkan salah satu dari es krim itu terjatuh, es krim yang bahkan belum dicicipi- mengotori kemeja putih yang dikenakan Alex.
"Sorry." Tanganku refleks menghapus tumpahan es krim yang menempel di kemejanya. Sekali lagi kami berdiri tanpa jarak. Mata itu menatapku dalam hingga aku menyadari hal itu, lalu menurunkan tangan dari dadanya.
Di detik selanjutnya Alex telah menjulurkan es krim vanila itu ke permukaan bibirku. Mengagetkanku walau hanya sekejap. Aku menjilat tetesan es krim yang menempeli bibirku saat dia menarik es krim itu dan melahapnya. Kemudian entah keberanian dari mana, aku menarik tangannya, membuat es kirm yang ada di depan mulutnya berpindah ke mulutku. Kami menikmati es krim itu bergantian, bahkan akhirnya dengan saling tarik menarik dan diselingi dengan tawa.
Hidungku bahkan ternodai es krim itu. Alex mengambilnya dengan telunjuknya dan aku melahap jari telunjuk itu. Inilah es krim ternikmat yang pernah kumakan. Es krim yang kubagi bersama Alex.
Tanganku masih memegang pergelangan tangannya usai menjilat es krim di jari telunjuknya. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Alex, ketika kemudian menarikku mendekat pada tubuhnya. Lengannya melingkar di pinggangku lalu perlahan wajahnya mendekat pada wajahku dan terus mendekat. Mataku terpejam. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya membentur kulit wajahku saat itu lalu bibirnya mengecup bibirku.
Bibirnya lembut dan manis. Ada rasa es krim vanilla yang berasal dari es krim yang baru saja kami nikmati bersama. Beberapa saat aku mencoba mencari tahu ini mimpi ataukah nyata: seorang Alexander Yudhistira menciumku.
Dear God, jika ini mimpi biarkan aku tidak terbangun untuk selamanya kali ini.
"Maafkan aku, Nady. Aku tidak bermaksud..." Alexander Yudhistira melepaskan pagutanya dari bibirku begitu saja saat aku masih terlena. Apa kalian tahu bagaimana perasaanku? Aku merasa diangkat ke awang-awang untuk kemudian dijatuhkan ke Bumi dengan keras. "Ini tidak seharusnya terjadi diantara kita..."
Deg.
Ahhh, dia menyesal menciumku.