Kukejar Kau dengan Restu Langit

mahes.varaa
Chapter #9

BAB 9

Buk!! Sebelum menaiki tangga darurat yang akan membawanya ke lantai paling atas hotel, Adi mendadak menerima pukulan kencang di punggungnya.

“Siapa-“ Adi berbalik ke belakang dan menemukan Sena-gadis penyelamatnya ada di sana dengan napas tersengal.

Srett! Sena dengan cepat menarik kaos Adi, membuat Adi tertarik ke arahnya dan berteriak dengan wajah penuh amarah pada Adi. “Mau apa ke sini, hah??”

“A-aku-“ Adi menundukkan kepalanya, tidak berani melihat wajah Adi. “A-aku anak pembawa sial. Ibu dan ayahku mati karena melindungiku. Sementara Bunda-Ibu tiriku, mati karena kemarin aku mengutuknya setelah meninggalkan aku dan ayah yang terjebak di bawah runtuhan!”

“Aku enggak tanya itu! Yang aku tanya mau apa kamu ke sini? Tempat ini bahaya! Apa kamu enggak tahu??” Sena memandang Adi dengan mata menyala dan wajahnya yang penuh dengan amarah seolah ingin menelan Adi saat ini juga.

“A-anak pembawa sial kayak aku harusnya enggak hidup kan? D-di masa depan … aku mungkin akan membuat orang lain celaka lagi karena keberadaanku!”

Huft! Sena mengembuskan napas pendeknya sebelum bicara lagi pada Adi. “Jadi kamu ke sini-ke hotel ini, mau lompat dari atas? Gitu?”

“Y-ya.”

“Kamu beneran mikir gitu? Kamu lebih baik mati, hah?” Sena menaikkan nada bicaranya lagi dengan kedua matanya yang nyaris saja keluar dari tempatnya.  

“Y-ya.”

Huft!  Sena mengembuskan napasnya lagi, kemudian melepaskan genggaman tangannya di kaos Adi, mengangkat tangannya tinggi dan melayangkan pukulan di wajah Adi.  

Buk!!! Dari pada dibilang dengan pukulan, apa yang Sena lakukan kali ini lebih tepat disebut tamparan dan tenaga yang Sena salurkan pada pukulan keduanya, lebih besar dari pukulan sebelumnya. Sudut bibir kiri Adi terluka dan bahkan meneteskan beberapa tetes darah.  

Di sisi lain, Adi harusnya bisa saja menghindari pukulan itu mengingat Sena tepat ada di hadapannya, tapi Adi sengaja tidak menghindar karena melihat Sena yang tengah marah padanya justru meneteskan air matanya dan menangis.

“Maaf! Aku harus mukul kamu, Adi!” Tepat setelah memukul Adi dengan pukulan yang cukup kencang, Sena menarik kedua tangan Adi dan menggenggamnya dengan erat. “Maaf, buat bibirmu sakit! Tapi … aku harus lakuin itu, Adi! Aku harus buat kamu sadar kalo bunuh diri itu bukan pilihan!”

Melihat Sena menangis dan merasakan genggaman hangat tangan Sena di kedua tangannya,. Adi tidak tahan untuk tidak menangis juga.

“A-aku ini anak pembawa sial! Aku sudah enggak punya siapa-siapa lagi! Enggak ada yang ingin aku hidup!” Melihat Sena menangis, Adi tak bisa menahan air matanya. Air mata Adi jatuh dan dirinya menangis. “Aku … enggak punya alasan buat hidup lagi.

“Jangan pernah mikir buat bunuh diri lagi! Jangan pernah!”

“Ke-kenapa? Kenapa aku enggak boleh mati?” Adi masih tidak mengerti kenapa Sena yang harusnya sudah pergi, kembali padanya dan melarangnya untuk melakukan niatannya.

“Kamu enggak lihat usahaku buat nyelamatin kamu? Kamu enggak lihat usaha banyak orang di posko bencana ini yang ngerawat kamu? Bahkan kalo kamu enggak punya siapapun di dunia ini, kamu tetap enggak boleh mati dengan cara ini! Kamu enggak boleh mati dengan cara gini setelah banyak orang nyelametin kamu atas nama kemanusiaan!”

“ … “ Adi diam sejenak melihat bagaimana Sena-gadis penyelamatnya kini sedang marah dan menangis di saat yang bersamaan.

Wajah ini, ekspresi ini, benar-benar mirip sama Ibu

 Air mata Adi mengalir semakin deras ketika mengingat wajah ibunya di masa lalu yang marah padanya bersamaan dengan air mata yang mengalir deras di wajahnya.

“Janji sama aku!” Sena menggenggam erat tangan Adi, lebih erat dari sebelumnya. “Janji sama aku, jangan pernah mikir buat lakuin ini lagi! Ya?”

Dengan matanya yang basah oleh air mata, Adi menatap langit biru dari jendela hotel. Adi menatap langit biru yang sama seperti hari sebelumnya dan membandingkan keadaan daratan yang berbeda jauh dari beberapa hari yang lalu. Adi teringat dengan khutbah yang didengarnya bersama dengan Ibunya saat masih hidup.

Lihat selengkapnya