Setelah berhasil menghentikan usaha Mira untuk bunuh diri, Adi dan Danu berpamitan dengan Sena dan Mira. Setalah menjauh dari Mira dan Sena, Adi yang biasanya jarang meminta bantuan Danu, kini meminta bantuan Danu.
“Karena kamu sering sekali nebeng aku pulang, aku bisa minta tolong kan?” Adi bicara dengan nada sungkan. Selama ini … moto hidupnya adalah sebisa mungkin tidak pernah menyusahkan orang lain. Kalau tidak pernah benar-benar terpaksa, Adi jarang meminta bantuan orang lain termasuk pada Danu-teman dekatnya. Pengalaman buruk di masa, sudah cukup jadi pelajaran berharga buat Adi.
“Walah, bicaramu formal gitu, Di! Kayak sama siapa aja! Emang mau minta tolong apa?” Danu tertawa kecil mendengar ucapan Adi yang terdengar seolah mereka baru saja berteman.
“Soal Mira, bisa kamu kasih dia konsultasi gratis beberapa kali? Aku ngerasa mentalnya mungkin sedang engggak baik-baik saja.” Karena Danu sudah bertanya, Adi langsung mengatakan bantuan yang diinginkannya dari Danu.
“Oke. Itu gampang. Nanti biar aku sendiri yang tanya sama Mira. Selama Mira setuju, aku bisa kasih konsul gratis demi kamu temanku tersayang.” Danu menjawab dengan entengnya sebelum akhirnya membanggakan dirinya. “Aku teman yang baik kan?? Ya kan?”
“Cihh!! Aku jijik dengarnya, Dan!” Adi melirik Danu yang berjalan di sampingnya dengan wajah heran.
“Karena aku adalah teman yang baik, maka perlakukan aku lebih baik lagi, teman!” Danu bicara dengan tawa kecil menggodanya.
“Seperti apa?” Adi menaikkan satu alisnya, bersiap untuk mendengar jawaban tidak masuk akal dari Danu.
“Seperti ini.” Danu menyandar pada mobil Adi ketika sudah tiba di parkiran depan gedung psikolog. “Biarkan aku sering-sering nebeng yah?”
“Kadang kamu emang enggak punya malu ya, Dan!” Adi terkekeh mendengar permintaan Danu sebelum akhirnya menepuk bahu Danu. “Untung saja, kamu minta itu.”
“Kenapa?” Danu melongo, terkejut dengan reaksi Adi. “Aku boleh minta yang lain?”
Adi berjalan ke sisi pintu pengemudi, membuka pintu mobil dan bersiap untuk masuk. “Kalo kamu minta yang lain, itu artinya kamu enggak punya malu, Dan! Sudah, cepat naik! Mau pulang enggak? Kalo kamu enggak cepat naik, aku tinggal!”
Adi masuk ke dalam mobil dan Danu pun mengikuti. “Ay-yah. Kamu pelit banget sih, Di!”
Malam harinya.
Dia pasti penyelamatku.
Aku yakin.
Setelah membersihkan dirinya, Adi berbaring di atas ranjangnya, menatap langit-langit kamarnya. Benaknya memutar kejadian hari ini dan beberapa potongan kenangan masa lalunya yang berhubungan dengan gadis penyelamatnya.
“Namaku Sena. Salam kenal Adi.”
“Sena, Pak. Saya staf perpustakaan kampus ini, Pak.”
Adi mengingat momen di mana gadis penyelamatnya meengenalkan dirinya dan momen di mana Sena tadi juga menyebutkan namanya.