Kukejar Kau dengan Restu Langit

mahes.varaa
Chapter #12

BAB 12

"Apa Bapak sakit?” Sena mengulangi pertanyaannya sembari melihat lebih dekat Adi dan membuat wajah Adi yang sudah sangat merah, kini lebih mirip tomat matang yang sudah direbus.

“Eng-enggak kok, Mbak.” Adi menyentuh keningnya dan merasakan jika wajahnya memang sedikit panas. Tapi Adi tahu dengan baik penyebab wajahnya panas dan memerah bukan karena sakit tapi karena Sena dan mimpinya semalam. “Ah, ini pasti karena mataharinya! Pasti karena sinar mataharinya terlalu panas buat aku!”

Sena menengok ke atas memeriksa sinar matahari seperti ucapan Adi. “Emang udah mulai panas, Pak. Ayo masuk ke dalam, Pak! Kebetulan ada yang mau saya bicarakan sama Bapak.”

Hah? Mau bicara sama aku? Soal apa? Adi yang tadinya bingung setengah mati mencari alasan untuk bicara dengan Sena, kini justru Sena sendirilah yang mengajak pertama kali Adi untuk bicara.

“Pak??” Sena yang berjalan lebih dulu, menghentikan kakinya dan menoleh ke belakang karena Adi yang masih diam terkejut mendengar ajakan Sena. “Bapak enggak jadi ke perpus?”

“Ja-jadi kok.” Adi menjawad dengan sedikit gagap.

“Kalo gitu ayo, Pak.”  

Wush!!!

Angin segar yang berembus menerpa wajah Adi, membuat Adi sadar dari rasa kagetnya. Adi tersenyum kecil sebelum akhirnya berjalan mengikuti Sena seperti yang Sena perintahkan. Akhh! Aku beruntung sekali hari ini. Mimpi semalam, sepertinya adalah pertanda baik buatku.

Krett!

Adi berjalan mengikuti Sena, melewati perpustakaan utama kampus di mana Sena bekerja. Perpustakaan ini sangat jarang dikunjungi oleh Adi karena berbagai alasan. Alasan pertama karena lokasinya yang cukup jauh dari gedung jurusan psikologi dan alasan keduanya adalah sejak lama … Adi sengaja menghindari tempat-tempat seperti ini karena tempat ramai seperti ini biasanya adalah tempat berkumpulnya banyak mahasiswa terutama mahasiswi.

Sena yang memimpin jalan, membawa Adi melewati sekumpulan tempat membaca bagi pengunjung mulai dari yang privat hingga meja yang bisa digunakan berkelompok. Setelah melewati tempat untuk membaca, Sena kemudian membawa Adi melewati sedikit kumpulan rak-rak buku perpustakaan sebelum akhirnya masuk ke sebuah ruangan dengan kaca buram yang jadi pembatasnya dengan ruangan lain.

Sena mempersilakan Adi untuk masuk lebih dulu karena beberapa mahasiswi yang datang berkunjung di perpustakaan, berbisik memanggil nama Sena.

“Mbak Sena!”  Salah satu mahasiswi yang wajahnya tidak asing di mata Adi, mendekat kepada Sena dan bahkan menarik lengan baju Sena.

“Rani! Kamu ini!” Sena sedikit menegur mahasiswi itu sebelum akhirnya bicara pada Adi. “Pak Adi, mohon masuk lebih dulu! Saya harus beri sedikit pelajaran pada anak satu ini!”

“Eh?” Adi yang tidak paham dengan maksud Sena, hanya bisa terkejut sembari menuruti ucapan Sena.

Klik! Pintu ruangan yang serba kaca buram itu ditutup oleh Sena dan Adi duduk menunggu sekitar dua menit lamanya sebelum pintu itu dibuka lagi oleh Sena.

Kalo aku enggak salah ingat, anak itu ikut kelasku dan dari jurusan psikologi kan? Meski tidak bisa mengingat dengan jelas, Adi merasa sedikit familiar dengan anak yang tadi menarik lengan baju Sena dan menahannya di luar sekarang untuk beberapa saat.

Lihat selengkapnya