Sore harinya.
“Di, Adi!” Danu berteriak dengan kencang setelah melihat Adi keluar dari gedung jurusan psikologi menyelesaikan kuliahnya.
“Apa?” Adi membalas sembari melihat wajah Danu yang sepertinya cukup kesal menunggu kelas Adi selesai lebih dalam dari seharusnya. “Jangan ngeluh! Kamu sendiri yang mau nebeng sama aku, jadi jangan ngeluh kalo kelasku telat!”
“Akh!! Kenapa kamu tahu duluan kalo aku mau ngeluh, Di?” Danu yang tadinya hendak mengeluh dengan wjaha merengut, mendadak memasang senyum di bibirnya.
“Aku kenal kamu bukan cuma setahun dua tahun, Dan!” Adi membalas dengan nada ketusnya.
“Ha ha ha!!” Danu terkekeh sembari menggaruk kepalanya. “Kenal terlalu lama ternyata ada enggak enaknya juga yah.”
“Baru tahu?”
Adi menekan tombol kunci mobilnya, membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam. Danu yang biasa menumpang pada Adi, mengikuti gerakan Adi dan seperti biasa duduk di samping kursi pengemudi.
“Kapan mobilmu selesai servis?” Adi bertanya sembari menyalakan mesin mobilnya dan memanaskan mesin mobil sejenak. “Kamu enggak niat nebeng aku selamanya kan?”
“Kenapa?” Danu melihat Adi dengan senyum sok manisnya. “Enggak boleh?? Selama kamu masih belum punya pacar atau istri, aku berniat untuk nebeng kamu selama-lamanya. Ha ha ha!”
“Cih! Urat malumu beneran sudah putus kayaknya.” Kesal mendengar ucapan Danu, Adi memilih untuk fokus menyetir mobil.
“Ha ha ha!! Biarin saja! Aku enggak tahu malu cuma sama kamu aja kok, Di! Tadi siang kamu ke mana? Ke tempat yang kamu bilang rahasia lagi?” Danu bertanya sembari mengangkat kedua tangannya ke atas dan menggerakkan dua jari: telunjuk dan manisnya sebagai pengganti tanda petik.
“Ya.” Adi menjawab singkat. Sejujurnya … Adi tidak ingin membahas tempat itu karena jika Danu tahu, Danu hanya akan menggodanya.
“Kamu main rahasia-rahasiaan lagi sama aku, Di.”
Adi melirik Danu dan menemukan jika Danu sedang melihatnya dengan kedua matanya yang menyipit pertanda rasa penasarannya.
“Emangnya kapan aku pernah main rahasia-rahasiaan sama kamu, Danu?” Adi berdalih.
“Eh?? Jangan pasang wajah sok enggak tahu, Di! Ada banyak hal yang kamu rahasiain dari aku. Kayak keluarga kandungmu sebelum kamu diangkat, alasan kamu enggak pernah mau punya hubungan dekat dengan wanita, tempat rahasia kamu dan … “
“Dan apa?” Adi melirik tajam pada Danu berharap Danu berhenti bicara lebih jauh lagi.
Sayangnya Danu adalah Danu. Manusia yang jadi teman Adi, yang saraf urat malunya sudah setengah putus dan hobinya membuat Adi kesal. Meski tahu Adi akan merasa kesal dan marah, Danu tetap saja membuka mulutnya untuk bicara.