Masalah Yara, dengan bantuan dari ketua jurusan, Adi bisa menyelesaikannya secara damai. Adi menyelamatkan masa depan Yara dengan tidak membawa masalah itu ke luar area kampus dan diselesaikan dengan baik di kampus. Saat diinterogasi oleh ketua jurusan, Yara mengaku dirinya dan sahabatnya sama-sama menyukai Pak Adi dan sama-sama mendapatkan penolakan sama seperti mahasiswi lainnya. Akan tetapi sahabat Yara bernasib tragis. Setelah pulang dari kampus seusai ditolak cintanya oleh Adi, sahabat Yara-Seli mengalami kecelakaan dan kehilangan nyawanya.
Kematian tidak terduga itu membuat Yara menyalahkan Adi dan merasa Adi harus mati agar sahabatnya yang juga sangat menyukai Adi bisa bersama dengan Adi di alam baka.
Karena perbuatannya, Yara mendapatkan hukuman skorsing selama dua minggu lamanya dan selama liburan akhir semester diharuskan untuk membantu jurusan mengurus banyak hal. Sementara itu, Adi yang terluka diberi waktu untuk istirahat selama dua atau tiga hari.
“Pak Adi.”
Sebelum Adi keluar dari ruangan ketua jurusan, pria umur 50 tahunan yang duduk sebagai ketua jurusan selama dua periode itu memanggil Adi.
“Ya, Pak. Apa masih ada yang Bapak bicarakan?” tanya Adi.
“Jujur saja, saya tidak menyalahkan Bapak sama sekali. Wajah rupawan Bapak adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa. Saya juga tahu Bapak bukan tipe orang yang dengan mudah menanggapi perasaan orang yang suka Bapak atau anak muda biasa sebut dengan PHP. Tapi … meski begitu, ada begitu banyak mahasiswi yang menyukai Bapak dan berulang kali Bapak terlibat masalah karena hal itu. Apa Bapak tidak pernah memikirkan untuk menikah saja? Dengan menikah, mahasiswi yang tergila-gila dengan Bapak mungkin akan menahan diri mereka dan Bapak bisa sedikit merasa tenang.” Ketua jurusan bicara dengan hati-hati pada Adi. “Ini bukan berarti saya meminta Bapak untuk cepat-cepat menikah, tapi ini hanya satu pikiran saja yang mungkin bisa Bapak pertimbangkan.”
Mendengar kalimat terakhir ketua jurusan, Adi tahu ketua jurusan sedang bicara dengan hati-hati pada Adi. “Saya akan pertimbangkan, Pak.”
Ketua jurusan mendadak tersenyum lebar dan sedikit bersemangat setelah mendengar jawaban Adi. “Apa ini mungkin Bapak sudah ada seseorang yang ingin Bapak nikahi?”
“Saya belum berpikir sampai ke sana, Pak. Tapi, memang ada seseorang yang saya suka. Hanya itu yang bisa saya katakan pada Bapak sekarang.”
Prok!! Ketua jurusan mendadak bertepuk tangan setelah mendengar jawaban Adi. “Saya tunggu kabar baiknya, Pak Adi. Akan lebih baik lagi jika ada undangannya sekalian.”
Adi tersenyum malu mendengar kata ‘undangan’ dari mulut ketua jurusan. Benak Adi langsung memikirkan mimpinya bersama dengan Sena. “Amin, Pak.”
*
Keesokan harinya.
Seperti perintah dari ketua jurusan, Adi diminta untuk istirahat selama dua atau tiga hari. Kemarin sepulang dari kampus, Danu sengaja duduk di kursi pengemudi dan membawa Adi menuju ke rumah sakit terdekat dengan kampus. Beruntung luka Adi tidak terlalu dalam jadi tidak perlu dijahit dan hanya perlu diperban selama beberapa hari saja. Adi juga diberi beberapa obat seperti antibiotik untuk menghindari infeksi karena luka Adi sebelumnya hanya dirawat seadanya.
Lalu setelah mengantar Danu ke rumahnya seperti biasanya, Danu hanya bisa memasang wajah murung dan sedih melihat luka di tangan Adi.
“Kamu lagi-lagi harus ngalamin ini, Adi! Andai saja aku ada di sana, Adi!”