“Dan kamu ditolak, Di?” Danu bertanya dengan menahan tawa setengah mati hingga wajahnya terlihat sedikit merah.
“Apa ceritaku tadi masih kurang jelas?” Adi balik tanya dengan raut wajah kesal.
“Ha ha ha!!!” Danu tertawa terbahak-bahak setelah berusaha menahan tawanya setengah mati. “Ya Allah!!! Perutku sakit sekali! Hebat sekali, Mbak Sena! Dia berani sekali nolak pria paling tampan dan paling dikejar-kejar di kampus ini!”
Ya, Sena memang hebat! Kalo enggak hebat, aku enggak bakalan suka sama dia. Adi membatin setuju dengan ucapan Danu. Adi sendiri tidak pernah menyangka dirinya yang tidak pernah menembak langsung wanita, melakukannya untuk pertama kali dan berakhir ditolak.
“Menurutmu kenapa Sena nolak aku?” Pertanyaan Adi itu langsung menutup tawa terbahak-bahak dari Danu.
“Kamu enggak tanya sam Mbak Sena?” tanya balik Danu.
Adi menundukkan kepalanya mengingat dirinya yang tidak sempat menanyakan hal itu pada Sena. “Enggak.”
“Kalo ketemu, tanya aja! Aku yakin Mbak Sena pasti akan beritahu alasannya nolak kamu, Di! Tapi aku sedikit bisa menduga alasan Mbak Sena nolak kamu.”
“Apa alasannya, Dan?” Adi mendadak penasaran.
Buk! Danu menepuk dua bahu Adi lagi. “Tanya saja sama Sena sulu. Lebih baik kamu tanya langsung sama dia! Toh kalian sudah tukar nomor hp kan?”
“Ya, udah. Nanti aku tanya.”
Cerita Adi tentang cintanya yang ditolak oleh Sena, berakhir. Adi pulang dengan Danu seperti biasanya. Dan setelah tiba di rumahnya, Adi buru-buru langsung mengirim pesan pada Sena. Jujur saja … Adi sudah tidak bisa menahan rasa ingin tahunya mengenai alasan dirinya ditolak.
“Maaf, Pak Adi. Saya hargai perasaan Bapak untuk saya. Tapi saya benar-benar mohon maaf karena saya tidak bisa menerima perasaan Bapak. Saya rasa, kita lebih baik jadi teman saja.”
Sembari mengetik pesan pada Sena untuk bertanya alasan kenapa dirinya ditolak, Adi mengingat jawaban Sena untuk pernyataannya tadi.
Adi: Ada satu hal yang ingin saya tanyakan. Kenapa Mbak nolak saya?
Adi menunggu dengan harap cemas pesan balasan dari Sena. Tapi jawaban itu tak kunjung datang. Bahkan pesan yang Adi kirim, belum juga dibuka oleh Sena.
Apa Sena sibuk?, batin Adi.
Meski sudah sangat penasaran, Adi berusaha tetap bersabar menunggu. Adi mengalihkan pikirannya yang sudah sangat penasaran dengan melakukan kegiatan biasanya, dari memasak untuk makan malam, makan malam, membersihkan diri, mengecek pekerjaan hari ini hingga bersiap ke ranjang untuk tidurnya.
Dan setelah melakukan semua itu, pesan yang Adi tunggu tak kunjung datang.
Kira-kira, apa alasan Sena nolak aku? Sembari berbaring di ranjangnya, Adi menanyakan pertanyaan itu dalam benaknya. Adi menatap langit-langit kamarnya dan teringat waktu-waktunya bersama Sena. Apa aku sama sekali enggak menarik? Apa aku pria yang membosankan sampai-sampai Sena langsung menolakku tanpa berpikir lama? Apa aku ini kurang tampan di mata Sena?