Adi sama sekali tidak menyerah. Meski tahu Sena sedang menjaga jarak dengannya, Adi berusaha untuk terus ada di sekitar Sena. Adi akan tetap muncul di perpustakaan meski hanya bisa sekedar menyapa Sena ketika datang atau pergi. Adi juga sebisa mungkin mengambil jadwal sholat di awal sama seperti Sena. Bahkan jam makan siangnya, Adi sebisa mungkin menyesuaikan jam makan siang Sena yang mana selalu makan terlambat.
Adi berharap hanya dengan muncul atau terlihat oleh Sena, usaha kecil itu akan mengembalikan jarak di antara keduanya.
“Pak, bisa saya tanya?” Sebelum kelasnya dimulai, Rani sengaja maju ke meja dosen di mana Adi sedang duduk menunggu kelas dan bertanya pada Adi.
“Tanya saja, Ran!”
“Gosip yang berhubungan sama Bapak dan Mbak Sena itu beneran?”
Adi sedikit terkejut karen Rani berani bertanya padanya mengenai masalah itu. “Kenapa kamu mikir gitu, Rani?”
“Dulu Bapak sama Mbak Sena kelihatan dekat banget. Tapi … belakangan ini, Mbak Sena sepertinya berusaha menghindari Bapak. Terkesan sedang menjaga jaraknya dari Bapak. Apa saya salah menafsirkan?”
Sepertinyan kelihatan banget. Mau jawab bukan, tapi Rani bahkan sudah menyadarinya. Adi melihat Rani dengan sedikit serius dan menyadari mahasiswinya itu, cukup pintar dan telah belajar dengan baik di kelasnya hingga menangkap semua yang diajarkan padanya. Rani pernah bilang kalau nanti sewaktu mengambil jurusan pada semester 6, Rani ingin mengambil psikologi klinis dan bekerja sebagai psikiater.
“Kamu enggak salah, Ran! Sena memang jaga jarak sama Bapak.” Adi bicara dengan mencodongkan tubuhnya sedikit pada Rani dan mengecilkan sedikit nada bicaranya.
“Jadi … “ Rani sedikit menaikkan nada bicaranya, lengkap dengan pupilnya yang membesar, pertanda Rani saat ini sedang terkejut. Tapi Rani buru-buru mengecilkan nada suaranya setelah menoleh ke kanan dan ke kiri melihat keadaan sekeliling. “Bapak beneran suka sama Mbak Sena? Gosip itu beneran, Pak?”
Adi tidak menjawab. Tapi sebagai gantinya, Adi memberikan tanda dengan memiringkan kepalanya dan senyum kecil di bibirnya.
“Wah!! Mbak Sena beruntung banget!” Rani bicara dengan mata berbinar, senyum lebar dan kedua tangannya yang membuat tepukan kecil. “Tapi kenapa Mbak Sena malah ngejauh dari Bapak?”
Adi memberikan isyarat dengan lambaian tangannya pada Rani untuk mendekat padanya. “Aku ditolak dan itu … bukan hanya sekali.”
Semenjak kenal Sena, Adi juga kenal baik dengan Rani. Tidak seperti mahasiswi-mahasiswi lain yang tergila-gila pada Adi dan memiliki keinginan untuk ‘mengklaim’ Adi sebagai pasangan, Rani kagum dengan Adi dengan cara yang berbeda.
Bisa dibilang Rani kagum dengan Adi karena mengagumi hasil ciptaan Allah SWT karena Adi memiliki wajah yang rupawan dan nyaris sempurna di mata Rani.
“Apa Bapak butuh bantuan saya, Pak?” Rani tersenyum memberikan tawaran pada Adi. “Saya bisa bantu Bapak buat mengorek informasi mengenai Mbak Sena.”
“Kenapa kamu mau bantu saya?”
Rani tertawa kecil sebelum menjawab pertanyaan Adi. “Saya pendukung Bapak dan Mbak Sena. Di mata saya, Bapak serasi dengan Mbak Sena. Oh iya, Pak! Saya dengar Bapak juga pindah keyakinan?”
Adi menganggukkan kepalanya dengan sedikit ragu sebagai jawaban.