Kukejar Kau dengan Restu Langit

mahes.varaa
Chapter #34

BAB 34

Pengunjung hari ini ramai sekali.  Begitu naik ke lift  yang strukturnya terbuat dari serba kaca, Adi melihat pemandangan dari berbagai lantai di mana ada banyak pengunjung padahal mall baru saja di buka satu jam yang lalu. Adi bertanya-tanya apa yang membuat banyak pengunjung datang di waktu begini. Hanya butuh dua tiga kali kepala yang menoleh ke kanan dan ke kiri, Adi langsung menemukan beberapa poster terpasang yang bertuliskan acara penting hari ini: acara yang berhubungan dengan K-POP.

Pantas saja. Adi hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat banyaknya jumlah pengunjung yang datang terutama kalangan anak muda yang biasanya tergila-gila dengan idola K-POP.

Di sisi lain, sepanjang perjalanan tadi Sena kelihatan baik-baik saja. Tapi setelah masuk ke dalam bangunan mall di mana bioskop berada di lantai paling atas, raut wajah Sena mulai kelihatan sedikit berubah. Wajahnya kelihatan sedikit gelisah dan ini adalah pertama kalinya Adi melihat Sena gelisah.

“Kenapa? Enggak suka sama tempatnya??” Adi mencoba bertanya pada Sena.

“Bukan.” Sena menggelengkan kepalanya pelan.

“Trus, kenapa mukamu kelihatan gelisah gitu?” Adi mencoba bertanya lagi. “Kalo emang enggak suka, kita bisa pindah tempat.”

“Aku enggak tahu, tapi … “ Sena kembali menggelengkan kepalanya pertanda rasa tidak yakin. Sena memutar kepalanya melihat ke bagian bawah mall yang mulai penuh dengan pengunjung. “A-aku enggak suka dengan tempat ramai kayak gini.”

Jangan bilang, ini ada hubungannya dengan kejadian waktu itu!  Adi mendadak mengingat kejadian yang mempertemukan dirinya dengan Sena di tahun 2006. Untuk memastikan dugaan tersebut, Adi mencoba untuk bertanya. “Sejak kapan?”

“Mungkin sejak kejadian yang buat kita ketemu. Tapi mungkin juga bukan.” Lagi-lagi Sena menjawab dengan rasa tidak yakin.

“Mungkin juga bukan? Maksudnya gimana?” Adi yang berusaha memahami ucapan Sena, sama sekali tidak paham dengan ucapan Sena.

Wajah Sena semakin gelisah ketika melihat jumlah pengunjung yang semakin banyak saja. “Entah sejak kapan aku enggak suka tempat ramai, aku enggak tahu tepatnya. Menurutku, di tempat ramai di mana ada banyak manusia berkumpul adalah tempat yang paling pas untuk menurunkan bencana atau musibah. Di tempat seperti ini … malaikat maut akan dengan mudah mencabut banyak nyawa dalam satu kali kerja.”

Mendengar ucapan Sena, Adi mendadak merinding mendengarnya. “Ucapanmu barusan kedengarannya menakutkan. Apa kamu tahu?”

Sena mengembuskan napasnya sepertinya berusaha membuang rasa gelisahnya. Segera setelah itu, Sena buru-buru memasang senyumnya. Tapi hanya dengan sekilas melihatnya saja, Adi tahu senyuman yang sekarang Sena berikan adalah senyuman terpaksa yang benar-benar dipaksakan.

“Setelah masuk Islam, kamu tentu belajar tentang kematian manusia kan?” Sena berbalik bertanya pada Adi.

Lihat selengkapnya