"Lo melakukannya lagi?" tanya Kinanti seolah menyelidik.
Aku mengangguk sambil memeluk lutut. Sesak. Kamar kos Kinanti yang tak luas semakin terasa pengapnya.
"Ke hotel lagi?" lanjutnya seraya menguak jendela yang terbuka sedikit. Tanpa menoleh, ia menyingkap tirai lebar-lebar memberi kesempatan angin menerobos dengan leluasa.
Tak berani menjawab, aku membenamkan wajah di antara kedua lutut. Pundakku terguncang hebat karena tak kuasa lagi menahan aliran hangat dari mata. Rembesannya membasahi kulot yang membalut kedua pahaku. Menangis karena sesal? Kurasa bukan. Aku hanya malu. Malu pada diri sendiri karena tahu yang kulakukan ini merupakan kesalahan besar. Nista, namun tak bisa kuhentikkan begitu saja. Ibarat makan sambal, sudah jelas terasa pedasnya, namun terus dan terus mencocolnya seolah ketagihan.
"Kenapa nggak melacur aja sekalian?"
"Gue bukan pelacur!"
"Apa bedanya?"