Kukira, Sendiri itu Asyik

Rina F Ryanie
Chapter #13

13. Skandal Viral di Medsos

Jakarta, Mei 2018.

Viral. Siapa pun tak akan mampu dengan mudah mencegah atau menghentikannya. Kecepatannya bagai cahaya kilat menghantar petir, lalu menggelegar ketika sampai ke bumi. Sambarannya menghanguskan apa pun yang terimbas olehnya. Lidah apinya menyembur meluluh-lantakkan segalanya. Hancur tak berkeping. Seperti hatiku, hidupku, juga masa depanku saat ini.

***

Permainanku dengan Yunan berjalan lancar dan mudah, meski diiringi rasa cemas dan takut. Bahkan kian hari kian menantang seolah memacu adrenalin. Semakin sering, semakin aku ketergantungan. Semakin berulang, semakin tertagih. Hidupku sudah tergantung pada Yunan. Saat ia tak datang, aku pasti mencari. Aku sangat membutuhkannya. Tapi bukan cintanya. Bukan! Tak bisa dipungkiri, aku memang menyukainya, merasa nyaman berada di dekatnya. Akan tetapi tak pernah merasakan getaran seperti saat pertama bersama Fian dulu. 

Sudah tak peduli lagi bagaimana nyaringnya omongan orang-orang tentangku. Tak kuhiraukan lagi pedasnya bisik-bisik tetanggga menggosipkan diriku. Nyinyir! Aku tak peduli. Mereka tak tahu bagaimana derasnya keringatku hingga setiap tetesnya menjadi tetesan darah untuk putraku. Mereka tak mengerti rasa lelahku berubah senyuman untuk putriku. Mereka tak tahu. Dan aku tak perlu bersusah payah menjelaskan.

Akan tetapi, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya terjatuh juga. Begitu pula denganku. Hubungan gelap yang kusembunyikan selama ini, sampai juga ke telinga istri Yunan. Bukan hanya mendengar, ia pun sering menemukan pesan-pesan yang tertulis atas namaku di ponsel Yunan. Beberapa kali aku diterornya lewat telepon atau pesan singkat. Sampai harus berganti-ganti nomor telepon seluler. Kapok? Tidak! Karena ini adalah sumber hidupku. Aku tak bisa menghindar darinya.

"Sebentar lagi kutransfer ke rekeningmu," bisik Yunan menyejukkan daun telingaku. Aku membalasnya dengan senyuman.

"Kalau butuh sesuatu, bilang saja. Aku nggak akan biarkan kamu menderita sendirian," ucapnya lagi seraya mengelus rambutku.

"Makasih, aku berhutang budi kepadamu. Tapi aku tak bisa membayarnya dengan uang." Aku membalas ucapannya. Jemariku tak berhenti mengelus dadanya yang tak begitu bidang.

"Balaslah dengan cintamu. Aku tergila-gila padamu."

Lihat selengkapnya