Pondok Pesantren Ar-Rahman, Surabaya, Juli 2018.
Sebuah tepukan lembut di bahu membangunkan aku. Aku terperanjat kaget sekaligus ketakutan. Di depanku, seorang perempuan berbusana syar'i menatapku dengan mimik heran. Sementara tak jauh dari kami, seorang pria separuh baya mengenakan kain sorban turut mengamati, namun tak mendekat. Aku gugup seperti maling tertangkap massa.
"Maaf, Dik. Adik ini siapa dan dari mana? Kenapa bisa ada di sini?" tanya wanita itu, dengan suara pelan.
"Aku ... a–ku, maafkan kami Bu, sudah masuk tanpa izin. Semalam kami cari penginapan, namun kehujanan dan berteduh di sini karena anakku sudah menggigil." jawabku terbata-bata. Aku benar-benar takut diusir mereka karena dicurigai bukan orang baik-baik.
"Tak apa-apa, Dik. Silakan saja! Kami hanya khawatir melihat kalian terbaring kedinginan di tempat sepi begini. Apalagi dengan anak kecil. Kebetulan Pak Anshar yang biasa datang lebih duluan untuk azan dan bersiap salat subuh, melihat kemudian memberitahu saya," jelasnya sambil menunjuk laki-laki tadi yang berdiri di pintu mesjid.
"Terima kasih, Bu. Setelah anak saya bangun, akan secepatnya pergi dari sini." Merasa tak enak hati, aku hendak berpamitan. Segera kubangunkan Dinda dan kurapikan barang-barang serta pakaian basah yang masih berserak di lantai.
Akan tetapi, wanita berparas cantik itu menahan kepergian kami. Ia malah mengajak ke rumahnya yang berada di belakang mesjid. Ummi Zaynab, ia menyebut namanya setelah berkenalan. Tak perlu kutolak tawarannya untuk beristirahat di rumahnya. Lumayan untuk sementara. Aku dan Dinda masih bisa bernapas dulu sebelum melanjutkan perjalanan yang tak jelas arah tujuan ini.
Dinda yang masih belum sadar penuh sejak dipaksa bangun, kugendong mengikuti Ummi Zayn yang membantu menenteng barang bawaanku. Dalam remang menjelang fajar, ia membawaku ke tempat seperti area sekolah atau pesantren. Ada beberapa gedung mirip asrama, juga aula dan beberapa rumah. Luas sekali. Meski baru menjelang subuh, namun suasana di sekitarnya sudah terlihat hidup. Terlihat beberapa santri berlalu lalang, sepertinya hendak menuju masjid. Beberapa orang memperhatikan kami dengan tatapan penuh tanya.