Istanbul Turki, Penghujung musim dingin, 2019
"Welcome to Istanbul, Vanna!" gumamku ketika pesawat yang membawa terbang tubuhku mendarat di tanah Turki. Negara pertama yang kukunjungi, untuk mengubah nasib.
Kaki terasa mengambang ketika menjejakkan langkah pertamaku di Negeri Seribu Masjid itu. Seperti bermimpi. Kuperbaiki letak syal yang membelit di leher serta winter coat merah yg membungkus tubuhku lebih erat. Dingin. Uap putih keluar dari mulutku yang tak henti berdecak kagum memandang keindahan sebagian kecil kota gerbang dunia itu. Kutiupkan udara dari mulut ke kedua telinga yang mendengung, kanan dan kiri bergantian lewat kepalan tangan. Entah ini akibat tekanan udara di ketinggian, atau belum terbiasa karena pertama kali naik pesawat. Cuaca di kedatanganku saat ini berada di penghujung musim dingin. Raisya bilang, musim ini berlangsung mulai Desember hingga Februari. Dan jika kebetulan, salju masih akan turun di sebagian wilayah Istanbul.
Pandanganku beredar ke arah kerumunan orang-orang yang menjemput kedatangan penumpang yang baru saja check out dari Istanbul Airport. Mataku mulai mencari-cari sosok semampai yang kukenal dari masa SMA. Kemudian berhenti pada ibu muda yang melambaikan tangan sambil meneriakkan namaku. Aku pun segera membalas lambaiannya dengan girang.
"Gila! Gue sampai cemas dan hampir nggak sabar nungguin lo," gerutunya setelah kami berpelukan.
"Delay hampir satu jam dikarenakan cuaca buruk, Cha. Apalagi gue yang baru sekali ini naik pesawat. Lo bayangin aja gimana ketakutannya gue tadi." Aku menjelaskan terlambatnya kedatangan pesawat dari Jakarta.
"Ah, syukurlah lo selamat juga sampai di sini!" Raisya menghela napas lega.
Raisya membawaku dengan mobil model jeep bermerek terkenal dari Eropa. Di perjalanan, tak henti mulutnya memberi tahu apa yang seharusnya dilakukan dan tidak di tempat ini. Aku mengerti karena sepaham dengan prinsip Raisya bahwa di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Fixed!
Akhirnya tiba juga di rumah makan yang terletak tak jauh dari pantai Selat Bosphorus. Namun tempat ini berada di kawasan Istanbul bagian benua Asia. Tepatnya di wilayah pantai Üskudar.
Kemudian aku dikenalkan Raisya kepada suaminya. Ia menyambutku dengan baik dan ramah. Namun entah mengapa ketika beradu pandang, aku merasakan sesuatu yang kurang nyaman. Sorot matanya seolah menyelidik dengan sedikit culas. Apa mungkin semua mata lelaki seperti begitu?