Tiba di Masjid Örtakoy yang letak bangunannya tepat di pinggir laut, aku dan Haydar terpisah untuk berwudu yang berlainan tempat antara laki-laki dan perempuan. Sebelumnya ia berpesan untuk menunggu kembali di tempat ini setelah keluar dari area masjid. Entah kebetulan apalagi, lelaki bertampang kriminal namun ganteng itu sudah berada di belakang kami, menuju ke tempat yang sama dengan Haydar.
Oh, ternyata ia salat juga. Aku menggumam dalam hati. Takjub saja rasanya melihat tampang segarang itu taat beribadah, sedangkan orang yang tampaknya alim pun belum tentu mau melaksanakan kewajibannya. Salut. Itu kesan pertama yang baik dariku untuknya. Tunggu. Kesan pertama?
Memang akan ada lagikah kesan-kesan selanjutnya? Mimpi kamu, Vanna!
Sambil membetulkan letak kerudung yang membungkus kepala juga mantel yang lumayan tebal, aku menunggu Haydar di tempat yang dijanjikan tadi.
Akhirnya lelaki muda yang ramah dan supel itu menampakkan batang hidungnya. Namun ada yang membuatku terkejut. Ia berjalan ke arahku bersama lelaki bertampang kriminal tadi. Kok bisa?
"Teh, sorry ya, lama nungguin aku. Oya, aku baru saja kenalan dengan temanku ini. Namanya Ibrahim. Tadi aku keasyikan ngobrol di dalam." Haydar mengenalkan lelaki berambut cepak itu kepadaku. Entah ini kebetulan untuk keberapa kalinya kami dipertemukan.
"Merhaba, benim adim Ibrahim," ujarnya sambil mengulurkan tangan. Aku tertegun sejenak ketika melihat tatto bergambar laba-laba hitam sejenis Tarantula di pergelangannya.
Kembali diserang rasa gugup dan bingung harus menjawab apa, karena bahasa Turki yang sudah kuhapal sejak di Indonesia tiba-tiba menguap begitu saja dari ingatanku. Untung saja Haydar mengerti lalu menjawabķan pertanyaannya dengan menyebutkan namaku. Sementara aku hanya menyambut uluran tangannya saja tanpa mengucap kata.
"Teh, Ibrahim ini berkebangsaan Turki tapi keturunan Albania. Ia lama tinggal di Itali dan sekarang ia baru kembali ke Istanbul," jelas Haydar menyampaikan isi pembicaraan dengan lelaki itu dalam bahasa Turki yang sudah ia kuasai dengan baik. Aku hanya mengangguk-angguk tanpa menimpali.
"Oya, ia juga pernah beberapa bulan tinggal di Malaysia untuk pekerjaannya. Makanya ia tertarik berkenalan dengan kita karena ia kira kita berasal dari Malaysia," tambahnya.